Ijinkan saya mengutip perkataan Goenawan Moehammad yang bunyinya kurang lebih seperti ini:
“Bahasa itu ‘lemah’. Ia sering kali tidak jatuh persis dengan apa yang ada di benak kita”
Kalo kolumnis sekelas GM saja kadang tak mampu menceritakan apa yang ada di benaknya, bagaimana dengan kita yang hanya bermodal bahasa pas-pasan. Ada cerita di setiap sisi momen yang kami lewati. Ada rasa yang tak cukup hanya diungkapkan lewat kosakata. Karna Ia, punya ceritanya sendiri. Tapi saya akan berusaha sebisa mungkin… :D
Kalo di kelas sering kita mendengarkan kalimat khas ini “Disini tidak menerima setoran alasan!”, kali ini mungkin kita harus membuangnya jauh-jauh, karna sepanjang tulisan ini, hanya akan berisi rangkuman alasan, alasan….dan alasan hehe
Baiklah, Mari kita mulai:
Kamis 26 Januari 2012 Pukul 03:00 PM. Satu persatu roman-roman ‘aneh’ itu bermunculan. Wajah asing penuh tanya, persis rautku ketika itu. Ternyata mereka adalah calon teman sependirataanku di hari mendatang. Dengan sangat bersahaja, Mas Faiz membuka pidato atau apalah istilahnya. Sederhana. Tidak menggebu-gebu, tapi mampu memacu adrenalin dan menggelitik rasa penasaran para peserta untuk mengetahui apa – sebenarnya – fotografi itu. Meski terkesan ‘briefing’ , tapi ‘kultum’ founder IPSC ini mampu memberi gambaran singkat tentang dunia fotografi, arah dan mau dibaaawa kemana…
27 Januari 2012, bukan landscape, bukan arsitektur…apalagi model :p. Yang disuruh jepret cuma barisan baterai yang membosankan. Tapi, paling tidak gerakan motret ‘freestyle’ yang lucu dari teman-teman perlahan menutupi rasa itu. Mulai dari yang tengkurap sampai bokong di atas :D
28 Januari 2012, memasuki kelas ke-dua. Bermodal 5 jam teori dasar di kelas pertama, berangkatlah para peserta ‘dikawal’ dua mentor menuju Masjid Ibn Thulun. Masjid favorit para sesepuh IPSC.
Tak ada kendala dalam perjalanan, mengingat mayoritas peserta sudah pernah melawat di tempat yang sama. Dibuka dengan ‘briefing’ sekitar 30 menit, lalu petualangan pun dimulai. Terlihat para peserta berburu angle dan komposisi. Mulai dari yang menyisir perspektif pilar-pilar interior sampai yang ada yang kerjanya hanya ‘mengukur’ grafik dan pola-pola ornamen. Keindahan Masjid yang dibangun tahun 876 ini memang tak pernah luput dari sorotan para pelancong. Tak ayal, kawasan ini seringkali dipadati pengunjung, baik turis mancanegara maupun domestik.
29 Januari 2012 menandai hari ‘Post prossecing’ pertama. Agenda kritik foto hasil jepretan hari sebelumnya. Di hari itu, kami kembali bernostalgia dengan Photosop. ‘Tool’ favorit para pecinta “kamar gelap” (maaf kalo istilahnya salah, Shifu!). Ilmu dasar photosop yang pernah saya pelajari tiga tahun silam, perlahan kembali. Mas Faiz memulai kelas. Satu per satu foto dibedah. Detil. Bahkan sejak belajar fotografi, saya belum pernah melihat kritik foto sedetil itu. Satu per satu istilah fotografi bermunculan. Mulai dari komposisi, angle sampai tonal. Melongok. Namun bukan hanya saya, peserta yang lain pun demikian. Dari sekian banyak kritikan yang dialamatkan Mentor ke peserta, bagian titik fokus lah yang paling menyita perhatian saya. Selain Ilmu segitiga emas – ISO, Diafragma dan kecepatan-, kesalahan paling fatal dari foto-foto saya adalah bagaimana cara menjatuhkan titik fokus. Ketika saya menanyakan hal ini kepada mentor, “Kuncinya ada di foto baterai!”, jawab Mas Faiz datar. Dan, saya pun tersadar bahwa titik tolak dari ilmu titik fokus itu berangkat dari foto baterai yang membosankan 3 hari lalu itu. Ouch!
Kelas ini tidak hanya mengajarkan fotografi, tapi juga Psikologi, Budaya dan Manajemen waktu. Masih BANYAK SEKALI jejak kisah yang belum sempat kami tuangkan disini. Belum termasuk antrian ‘hammam’ di rumah karna buru-buru masuk kelas, belum termasuk gonta-ganti laptop sampai empat kali. Bangunin teman jam tujuh pagi buat minjem laptop. Semua peristiwa ini mengajarkan kami kesabaran. Pelajaran – yang menurut saya – paling penting dan paling susah diantara semua. Bahkan ketika menulis ini, saya masih bertanya-tanya entah sampai kapan saya bisa bertahan di kelas ini.
Berharap suatu saat ada kesempatan lain dan kami bisa berbagi cerita lebih banyak lagi.
Pesan:
Buat Kelas HI IPSC 2012 Keberhasilan itu kayak orang hamil. Semua hanya memeberi selamat tapi mereka tidak tahu berapa kali ... baru bisa 'jadi'. Jangan menyerah kata Kerispatih! :D
NB:
Baru sadar ternyata disuruh nulis 2500 karakter. Saya hampir nulis 2500 kata (word). Pantesan dari malam sampai pagi tulisan ini tidak selesai-selesai. Maaf buat Mas editor kalo tulisannya berantakan :D!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar