Rabu, Juni 20, 2012

[Hai IPSC, ini karyaku!] - Catatan Seorang "Newbie"

Bismillahirrahmanirrahim!

         Saya takut kalo tulisan ini terlalu berlebihan disematkan istilah "Karya". Karya atau Adikarya, dalam kacamata saya adalah sebuah Materpiece yang Wow. Bukan tulisan kacangan seperti yang sedang Anda baca sekarang ini, Apalagi untuk dipublikasikan dengan cara seperti ini. Tapi untuk sebuah Kewajiban, memang terkadang kita harus bermuka tembok (ouch!). Bagaimana pun saya harus berterima kasih pada IPSC. Tanpa tugas ini, mungkin "Note" di facebook saya belum terisi. Disini mungkin saya akan lebih banyak berbicara elemen Tehnis Fotografi, mengingat sudah ada beberapa teman yang mengangkat sisi Filosofisnya.

          Saat ini ada dua terobosan baru di tubuh IPSC yang layak diacungi jempol (dikasi Cendol juga boleh :D). Pertama, Diktat pengajaran untuk "Kelas Lanjutan" segera berbahasa Inggris dan yang Kedua, Kelas Komersil. Tak bisa dipungkiri, bahwa sumber asli kekayaan literatur Fotografi yang ditulis para Profesional kebanyakan berasal dari Benua Amerika dan Eropa. Seperti halnya orang Islam yang ingin mendalami Agamanya, tentu lebih afdlal kalau bisa berbahasa Arab. Ide kreatif Kedua tentu tak kalah pentingnya; Kelas Komersil. Founder IPSC, Mas Faiz Dz Roini mengerti betul ke arah mana masa depan Kelas Intensif IPSC akan berlanjut.
          Akhir-akhir ini CEO IPSC banyak berbicara tentang "Kelas Akhir" ini (Komersil: red) dan Re-Generasi IPSC. Bahkan menurut rumor yang beredar (kayak infotaimen selebriti ya? mending "rumor", daripada "gosip" :p), Tahun ini Beliau akan meninggalkan Mesir dan kembali ke Tanah Air. Bagaimana pun, saya sangat bersyukur, IPSC akhirnya memfasilitasi Kelas Komersil bagi anggotanya yang bisa mencapai level ini setelah melewati Kelas BasicHuman Interest & Jurnalistik dan Olah Digital, tentunya. Bagi sebagian teman-teman IPSC, berita gembira ini - mungkin - sekaligus kabar yang menyedihkan. Saya percaya Anda tahu persis apa yang dirasakan Abu Bakar di saat para sahabat yang lain bergembira dengan turunnya Wahyu terakhir... tapi MENGAPA Beliau justru bersedih. (lebai ya? gak ah! tanya aja yang suka banyak nanya sama Shifu ^_^)

(Kembali ke lappp...tottt!!...oOopps!)
        Sejauh ini, Fotografi dalam hidup saya hanya sebatas hobi. Tidak lebih dari itu. Meski saya tahu aktifitas ini bisa bergerak lebih jauh, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa berujung Komersil, seperti apa yang dialami banyak fotografer. Kadang saya tertawa membaca kutipan Philippe Halsman, tapi itulah kenyataan:
"I drifted into photography like one drifts into prostitution. First I did it to please myself, then I did it to please my friends, and eventually I did it for the money".
         Entah. Saya sendiri tidak tahu dimana hobi ini akan berujung. Yang pasti, sampai hari ini saya lebih banyak berkutat di seputar "please myself", dan kadang-kadang di "please my friends". Saya lebih suka menghabiskan waktu bereksperimen sendiri, ber-eksposur ria dan tata-menata pixel. Terkadang  - kalau ada waktu - menghadiri kegiatan teman-teman Masisir. Bagaimana pun, saya selalu berharap suatu saat nanti, saya juga bisa menghabiskan waktu di "'please' my God".
          Tidak berlebihan ketika ada seorang Fotografer yang menganggap kameranya sebagai Kekasih atau Pacar. Kamera, bagi saya pribadi, paling tidak bisa diajak berdialog, berdiskusi bahkan bercanda kalo lagi sendiri. (Yang saya maksud "Berdialog" adalah bereksposur; aktifitas dalam mengatur pencahayaan. Butuh satu artikel untuk menjelaskan yg ini. Sedang "Bercanda" adalah bermain dengan lensa Fish-eye dll)
Betul kata Robert Hall:
"Learning to photograph the world upside down and backwards can have interesting implications for your real life. You'll never be boring again. Or bored".
Tidak hanya sampai disitu kata Robert, Fotografi bahkan bisa berpengaruh positif dalam hidup kita. Terbukti selama aktif di dunia ini, "mind-set" saya banyak berubah yang berujung pada gaya hidup saya. Kalo selama ini lebih sering menghabiskan akhir pekan 'bertengger' dari mall satu ke mall yang lain (bukan belanja ya, tapi nyari yang bening2 :matabelo:), sekarang saya lebih suka menyisir "Muiz lidiinillaah" dari Bab Futuh sampai Bab Zuwayla (eeeh...tapi, ternyata banyak yang lebih bening di Muiz lidiinillah! emang kalo rezeki gak kemana ya? hahaha? :D). Ini hanya contoh kecil betapa Fotografi bisa mengubah hidup seseorang.

          Setiap orang punya pandangannya sendiri tentang Fotografi, termasuk saya. Dulu, saya kira Fotografi itu hanya tentang narsis-narsis-an dan foto pengantinan.  Maklum, di kampung satu-satunya tempat bisa melihat kamera "gede" ya di pengantinan. Tapi setelah melangkah lebih jauh, saya surprised dengan apa yang ditawarkan 'dunia' ini. Fotografi bukan lagi - hanya -  tentang narsis-narsis-an atau foto-foto pengantinan. Bukan lagi tentang kamera DSLR full-frame dengan lensanya yang "L" (untuk Canon) itu. Bagi sebagian orang, Fotografi adalah sebuah bentuk perjuangan, Fotografi adalah tentang keadilan, tentang kemanusiaan... bahkan tentang hidup dan mati.
         Dan secara perlahan, mungkin Anda bisa memahami mengapa seorang Kevin Carter hanya bisa menatap kosong dengan mata berkaca ketika ditanyai - di sebuah sesi wawancara - tentang nasib gadis kecil yang ada dalam frame-nya. Dan hanya berselang beberapa hari, Kevin ditemukan tewas bunuh diri di dalam mobilnya. Banyak yang berasumsi, bahwa ia merasa berdosa karna membiarkan si gadis kecil dimakan burung pemakan bangkai. Tahun 1994, foto yang diambil di Sudan itu pun akhirnya didaulat sebagai pemenang "Pulitzer Prize for Feature Photography". (irony? yeah, we call it Photography! Welcome wa sahlan!)

           Sebelum bergabung di IPSC, saya sudah sering berselancar dari forum ke forum di dunia maya. Dan percaya atau tidak, saya menemukan forum-forum Fotografi adalah forum yang isinya komentar-komentar - yang menurut saya - berkualitas dan membangun (Meski terkadang ada juga yang sok pintar. Under-exposure dibilang sengaja, Over-exposure juga dibilang sengaja. Ada juga yg kerjaannya hanya sibuk berdebat Nikon vs Canon, sampai lupa berkarya). Tapi paling tidak, beda jauh lah dengan forum sebelah yang kerjaannya hanya saling mencaci, apalagi kalo yg kontra beda tim kesayangan. Belum lagi yang di forum sebelahnya lagi, isinya hanya sumpah-serapah, menghujat dan saling mengkafirkan (gak pernah baca surah "Al-Kafirun" kalo lg sholat kale ya? favorit sy tuh. Pendek soalnya :D). Tapi dari lawatan di forum-forum ini lah, Rasa dan Seni Fotografi saya perlahan tumbuh.
          Saya percaya bahwa setiap orang memiliki Rasa Seni Fotografi. Sebagian hanya belum bisa menjelaskannya. Pernahkah Anda melihat teman Anda sebelum mengganti foto profil ato cover Facebook, ia meng-crop-nya terlebih dahulu? Sebenarnya teman Anda sedang melakukan "Composing" (meminjam istilah Ken Rockwell); mencari letak posisi yang tepat untuk objek utamanya. Ini adalah salah satu tehnik dasar ilmu Fotografi. (Nah, lain kali coba tanya teman nt "Kenapa di-crop seperti itu?" saya yakin jawabannya  pasti, "Kayaknya kalo begini lebih bagus deh!"...owww man, please! that's not my point hehe)
          Semakin belajar Fotografi, semakin "fleksibel" cara kita ketika menilai sebuah foto. Dalam satu frame, terkadang banyak elemen yang ingin disampaikan empunya. Mulai dari aspek Tehnis; termasuk komposisi, grafis, fokus, warna, gestur dll, sampai aspek Visual; termasuk momen, kejadian atau peristiwa dll. Dan satu hal yang saya temukan, tidak banyak Fotografer yang bisa memanfaatkan semua unsur ini secara bersamaan, bahkan Profesional sekali pun. Saya bisa menjelaskan ini secara ilmiah (tapi bukan sekarang)

          Bagi teman-teman yang sedang membaca tulisan ini dan berniat bergabung di IPSC, Saya jamin setelah ikut kelas Basic, Anda akan menemukan diri Anda tidak lagi cepat 'kaget' ketika orang lain berdecak kagum melihat sebuah foto, karna mungkin menurut Anda itu biasa-biasa saja. Atau sebaliknya, ketika orang lain menilai sebuah foto tak ada yang istimewa, tapi bagi Anda foto tersebut merupakan sebuah karya yang luar biasa dan Anda pun siap berlama-lama menghabiskan waktu, menikmati setiap detil pixel dan memaknai pesannya.
         Belum lagi ketika Anda sedang berada di "TKP", bersiaplah untuk jadi 'pusat perhatian' karna Anda terkadang tidak menyadari bagaimana "gaya" dan "posisi" Anda sebenarnya di saat sedang sibuk memotret (sumpah, sering saya alami hehe). Tapi percaya, Anda akan perlahan memahami ini ketika belajar ilmu "Angle". Biarkan saja mereka bergumam. Sekali lagi, ini tentang "The Art of Seeing". (blom tau dia hehe)
          Jadi sebelum belajar Fotografi, bersiaplah untuk BERBEDA. Karna Anda akan BERBEDA. Jangan takut BERBEDA. Banyak yang menertawai karna saya BERBEDA. Tapi saya justru menertawai mereka karna mereka semua SAMA (:D).

          Now, let's talk about one of my favourite frame/shoot (I mean, yang terbaik dari yang terjelek haha). Foto ini saya jepret jam satu siang (01:14 tepatnya) 14 Juni 2012 tepat di bawah gerbang "Bab el-Futuh", Jalan Mu'izz lidiinillah - Kairo. Dalam foto ini saya berusaha memasukkan beberapa unsur yang disebutkan Ken Rockwell dalam artikel-nya yang berjudul "The Secret: What Makes a Great Photo". Foto kedua adalah Foto Ken Rockwell yang diambil di Ruin, San Diego, 28 July 1996:

Bab el-Futuh, Kairo, 14 Juni 2012 (ISO 800, Bukaan F/9, Kecepatan 1/60 & gak pake Tripod)



Ruin, San Diego, 28 July 1996


1. Eye Path (Mata orang yang melintas/pejalan kaki)

Mata Manusia sangat cepat berpaling ke warna-warna kontras dan "nendang". Di foto saya, warna hijau kubah adalah warna yang paling kuat. Dan saya memanfaatkan itu sebagai "Eye Path". Sebelum penikmat foto melangkah lebih jauh ke detail foto, "Eye Path" inilah yang paling sering menggiring dan "memaksa" mereka mampir di foto Anda.

2. Composition (Komposisi)
Salah satu kelemahan foto saya adalah dari segi ketajaman. Hal ini tak lepas dari kesalahan minor ketika sedang berkomposisi di lapangan. Selain tidak memakai Tripod, saya juga memasukkan terlalu banyak "space" yang tidak penting dalam frame yang berujung pada "extreme-cropping". Meng-cropping terlalu banyak space berdampak pada berkurangnya pixel, dan kurangnya pixel, automaticly berakhir pada flatnya gambar dan hilangnya detail.
(But I had my own way to solve this problem. Mo tau? Ikut kelas IPSC! hehe)

3. Distraction (menghilangkan gangguan)
Fotografi itu seperti menulis; "Semakin sedikit kata yang digunakan, semakin bagus sebuah tulisan". Di sebelah kiri foto saya sebenarnya ada 2/3 bagian pintu yang masuk, tapi saya hilangkan. Karna menurut saya ini hanya mengganggu frame utama.

4. Gesture (Gestur)
Gestur biasanya merujuk ke gerakan tangan dan ekspresi muka. Di Kelas HI & Jurnalistik IPSC kita banyak belajar tentang ini. Di materi ini pula lah tidak sedikit "pertumpahan darah" yang terjadi (hahaha). Ekspresi dua turis dalam foto ini sangat bercerita. Tanpa saya beri judul, saya yakin penikmat foto bisa memahami isi cerita dalam frame.

5. Never Imitate (jangan meniru)
100 % ide pada foto ini muncul dari imajinasi saya sendiri. (Sebenarnya saya diuntungkan momen ini, niatnya cuma ingin jepret kuba hijau, eeeh...tiba-tiba ada turis yg "nangkring" :D). Jadilah dirimu sendiri, karna tidak ada orang yang bisa menjadi kamu selain kamu sendiri!

6. Color (Warna)
Bagi orang yang mengerti filosofi warna, mereka akan dengan mudah berkomunikasi - hanya - lewat warna. Karna pada hakekatnya, warna itu bercerita. Disini letak perbedaan mendasar foto saya dengan foto Ken Rockwell. (Tapi jangan sekali-kali dibandingkan ya! ini adalah penghinaan...hahaha). Ken ingin menunjukkan sebuah merah yang "nendang', sedang saya ingin menunjukkan sebuah keteduhan lewat warna hijau dan cyan (saudaranya biru).

"Warm colors (red, orange and yellow) get us riled up. Cool colors (greens, blues and violets) are peaceful" - Ken Rockwell.

...dan masih banyak lagi tehnik penting lain pada artikel tersebut yang terlalu panjang untuk dipaparkan satu per satu (tapi gak usah nanya lagi "trus...gimana kalo mo tau poin2 yg laen"? ya di googling aja, gitu aja kok repot!)

Fotografi adalah sebuah perjalanan. Ada saat-saat dimana kita jatuh cinta pada sisi Tehnisnya. Ada saat dimana kita jatuh hati pada unsur Filosofisnya, Dan akhir-akhir ini saya lebih banyak tertarik pada objek-objek berwarna (colorful: red) (dan mari sejenak lupakan Ansel Adam hehe).

Dimana pun hati Anda tertambat dan apapun aliran Fotografi Anda (minumnya...tetap air krang), Just jepret...jepret and jepret! Salam Fotografi! :)




Aris Amir  (Santri Kelas HI & Jurnalistik yang tugasnya tidak lulus2 :p)
Kairo, 18 Juni 2012

Catatan:

- Sebagai bagian dari tugas IPSC, kami menerima calon siswa Akademi IPSC yang mempunyai kemauan kuat dan komitmen untuk mengikuti Kelas Intensif Fotografi Dasar. Gratis untuk siapa saja (kuota terbatas) dengan peraturan yang ditetapkan Akademi IPSC. Pelaksanaannya insya Allah dimulai pada liburan musim panas tahun ini. Keterangan lebih lanjut bisa menghubungi nomor +201008549711 atau pesan pribadi melalui FB ini: https://www.facebook.com/ipsc.egypt


Simak juga Cerita Calon Pengajar IPSC yang lain dalam tema "Hai, IPSC! Ini Karyaku!" :
•Faisal Zulkarnaen
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/faisal-zulkarnaen/hai-ipsc-ini-karyaku-fotografi-bukan-sekedar-menangkap-cahaya/10151183841872564
•Kang Ayon
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/kang-ayon/hai-ipsc-ini-karyaku-cintaku-kesangkut-di-fotografi/396681517044492
•Wahyu Mas Saputra:
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/wahyu-mas-saputra/hai-ipsc-ini-karyaku-kelas-intensif-ipsc-tidak-melulu-soal-fotografi/426999290673470

Untuk cerita-cerita lainnya akan segera diupdate. Karena setiap calon pengajar akan membuat satu cerita.

Rabu, April 11, 2012

Untung Rugi Kamera dengan Sensor CMOS

Saya tidak tahu apa artikel ini masih relevan untuk saat ini karena kini semakin banyak produsen yang sudah beralih dari sensor CCD ke sensor CMOS. Tapi setidaknya saya coba sajikan seperti apa sensor CMOS itu beserta untung ruginya dan saya coba buat dalam bahasa yang mudah dipahami, mengingat bahasan teknis semacam ini cenderung membosankan..

Sensor CCD (charge coupled device) maupun Sensor CMOS (complementary metal oxide semiconductor) hanyalah bagian dari kamera digital berbentuk sekeping chip untuk menangkap cahaya, menggantikan fungsi film pada era kamera film. Pada kepingan ini terdapat jutaan piksel yang sensitif terhadap cahaya (foton) dan energi cahaya yang diterima mampu dirubah dalam bentuk sinyal tegangan. Perbedaan teknis keduanya adalah dalam bagaimana tiap piksel itu memproses cahaya yang ditangkapnya. Piksel pada sensor CCD merubah cahaya menjadi elektron dan output dari sensor CCD memberikan hasil berupa tegangan, alias benar-benar piranti analog. Maka itu pada kamera bersensor CCD, proses analog-to-digital conversion (ADC) dilakukan diluar chip sensor.  Artinya kamera dengan sensor CCD pasti perlu rangkaian ADC untuk mengolah hasil keluaran sensor. Sebaliknya, tiap piksel pada sensor CMOS mampu menghasilkan data digital berkat adanya transistor yang ada pada setiap piksel sehingga memungkinkan membuat chip CMOS yang terintegrasi dengan rangkaian ADC (lihat gambar di bawah ini).



Anda mungkin penasaran mengapa banyak produsen yang kini beralih ke sensor CMOS, padahal secara hasil foto sensor CCD juga sudah memenuhi standar. Alasan utamanya menurut saya adalah soal kepraktisan, dimana sekeping sensor CMOS sudah mampu memberi keluaran data digital siap olah sehingga meniadakan biaya untuk membuat rangkaian ADC. Selain itu sensor CMOS juga punya kemampuan untuk diajak bekerja cepat yaitu sanggup mengambil banyak foto dalam waktu satu detik. Ini tentu menguntungkan bagi produsen yang ingin menjual fitur high speed burst. Faktor lain yang juga perlu dicatat adalah sensor CMOS lebih hemat energi sehingga pemakaian baterai lebih awet. Maka itu tak heran kini semakin banyak kamera digital (DSLR maupun kamera saku) yang akhirnya beralih ke sensor CMOS.




Gambar di atas adalah modul CMOS siap pakai, biasanya untuk kamera ponsel atau webcam atau bahkan spycam. Lihatlah betapa simpelnya modul tersebut, cukup sebuah lensa dengan sensor CMOS didalamnya dan kabel data untuk antar muka. Modul seperti di atas tidak mungkin menggunakan sensor CCD karena keluaran CCD masih berupa tegangan analog yang perlu dikonversi dulu jadi data digital. Maka itu untuk alasan kepraktisan dan efisiensi, hampir semua kamera pada ponsel memakai sensor CMOS sederhana seperti gambar di atas.





Dalam dunia DSLR sensor CMOS sudah disempurnakan sehingga hasilnya menyamai sensor CCD, contohnya seperti gambar di atas yaitu sensor kamera Nikon D2x 12 MP CMOS yang hasil fotonya sangat baik. Adapun soal kemampuan sensor CMOS dalam ISO tinggi pada dasarnya tak berbeda dengan sensor CCD dimana noise yang ditimbulkan juga linier dengan kenaikan ISO. Kalau ada klaim sensor CMOS lebih aman dari noise maka itu hanya kecerdikan produsen dalam mengatur noise reduction. Untuk melihat noise aslinya gunakan file format RAW pada ISO tinggi.

Kembali ke perbedaan prinsip sensor CCD dan CMOS. Dalam prinsip mengambil sebuah gambar, keduanya sangat berbeda secara metoda. Sensor CCD memakai prinsip konvensional seperti era fotografi film, dimana keseluruhan gambar yang ditangkap sensor CCD akan direkam sekaligus dalam satu waktu. Sedangkan sensor CMOS memakai prinsip scanning atau rolling yaitu sensor akan merekam gambar yang ditangkapnya secara berurutan dari atas ke bawah. Sekilas memang kedua cara ini sama saja, toh nantinya juga akan menghasilkan sebuah foto (atau video). Tapi prinsip kerja sensor CMOS dengan sistem scanning ini akan menemui kendala bila :

    memotret atau merekam video dalam kondisi kamera bergerak -> akan menghasilkan efek skew (miring)
    memotret dalam kondisi cahaya yang berkedip (seperti lampu neon) atau cahaya yang intensitasnya berubah-ubah
    memotret dengan lampu kilat pada kecepatan shutter tinggi -> bisa ada area foto yang terang dan ada yang gelap (partial exposure)

Inilah contoh beberapa masalah yang umum dialami sensor CMOS :


 

Foto diatas (dari Wikipedia) menunjukkan efek skew karena obyek yang difoto bergerak. Kasus ini bisa terjadi saat mengambil foto ataupun video. Ini masalah  umum yang dialami sensor CMOS dan tidak dialami sensor CCD.





Foto diatas (juga dari Wikipedia) menunjukkan efek partial exposure karena obyek yang difoto mengalami perubahan intensitas cahaya. Kasus ini bisa dialami pula saat memotret memakai lampu kilat. Ini pun masalah umum yang hanya dialami sensor CMOS dan tidak dialami sensor CCD.

Sebaliknya kekurangan sensor CCD tampak seperti foto di bawah ini yang menunjukkan adanya blooming atau smearing sebagai efek akibat adanya bagian yang terlalu terang dan bocor ke area lainnya membentuk garis lurus (efek ini pun terlihat di layar LCD saat preview). Karena sensor CMOS memiliki transistor di tiap pikselnya, sehingga tiap piksel mampu mengatur eksposur sendiri, maka sensor CMOS tidak mengenal kasus seperti ini.





Kini tren sensor pada kamera digital sudah mengarah menuju sensor CMOS demi alasan kepraktisan dan kecepatan. Sensor CCD nantinya hanya dijumpai di kamera saku biasa itupun hanya sebagian saja. Lihat saja sisi positifnya, dengan sensor CMOS kita bisa terhindar dari efek blooming yang mengganggu. Selain itu dengan sensor CMOS kita juga bisa memotret cepat (pada beberapa kamera bahkan sanggup hingga 1000 fps) dan pada kamera DSLR sensor CMOS memungkinkan diterapkannya fitur movie recording hingga 60 fps. Yang penting kenali kondisi dimana sensor CMOS ini menunjukkan kelemahan dan hindari memakai kamera dalam kondisi tersebut.

Sumber tulisan:
http://gaptek28.wordpress.com/2010/09/02/untung-rugi-kamera-dengan-sensor-cmos/

Sumber sebagian foto: Wikipedia

Minggu, April 08, 2012

Teknik fotografi blitz/flash Light





Blitz atau flash diterjemahkan secara bebas menjadi lampu kilat. Ini merupakan satu asesori yang sangat luas dipakai dalam dunia fotografi. Fungsi utamanya adalah untuk meng-illuminate (mencahayai/menerangi) obyek yang kekurangan cahaya agar terekspos dengan baik. Tetapi belakangan penggunaannya mulai meluas untuk menghasilkan foto-foto artistik. Artikel ini akan membahas dasar-dasar pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan flash dengan benar.

Menggunakan lampu kilat bukan hanya sekedar menyalakan flash, mengarahkan kamera kemudian klik dan jadilah satu foto yang terang, tetapi ada hal-hal yang perlu kita ketahui demi mendapat karya fotografi yang baik.

blitz dan GN (Guide Number)

Untuk membagi/mengklasifikasikan blitz, ada beberapa klasifikasi yang dapat digunakan. Yang pertama, berdasarkan ketersediaan dalam kamera maka blitz dibagi menjadi built-in flash dan eksternal. flash built-in berasal dari kameranya sendiri sedangkan blitz eksternal adalah blitz tambahan yang disambung menggunakan kabel atau hot shoe ke kamera. Selain itu, kita juga dapat membaginya berdasarkan tipe/merk kamera.

Kita mengenal dedicated flash dan non-dedicated flash. Dedicated flash adalah flash yang dibuat khusus untuk menggunakan fitur-fitur tertentu dalam suatu kamera spesifik. Biasanya produsen kamera mengeluarkan blitz yang spesifik juga untuk jajaran kameranya dan dapat menggunakan fitur-fitur seperti TTL, slow sync atau rear sync, dll. Sedangkan blitz non-dedicated memiliki fungsi-fungsi umum saja dari kebanyakan kamera dan bisa digunakan terlepas dari tipe/merk kamera. flash jenis inilah yang biasanya membutuhkan banyak perhitungan karena flash yang sudah dedicated sudah mendapat informasi pencahayaan dari kamera sehingga tidak membutuhkan setting tambahan lagi.

Ada juga flash yang kekuatan outputnya (GN) bisa diatur dan ada juga yang tidak bisa (fixed GN). Kita akan cenderung lebih banyak membicarakan tentang flash yang non-dedicated, non-TTL, dan fixed GN.

Dalam fotografi menggunakan blitz, kita tidak akan lepas dari kalkulasi-kalkulasi yang berkaitan dengan intensitas cahaya yang terefleksi balik dari obyek yang kita cahayai. Karena itu, kita akan berjumpa dengan apa yang sering disebut GN (Guide Number) atau kekuatan flash. Secara singkat kita dapat katakan kalau flashnya berkekuatan besar, maka akan dapat mencahayai satu obyek dengan lebih terang dan bisa menjangkau obyek yang lebih jauh.

GN pada dasarnya merupakan perhitungan sederhana kekuatan flash. Kita mengenal 2 macam penulisan GN yaitu dengan menggunakan perhitungan satuan yang berbeda yaitu m (meter) dan feet (kaki). Lazimnya di Indonesia kita menggunakan hitungan dengan m. Ini merupakan salah satu pertimbangan juga karena untuk flash dengan kekuatan sama, angka GN m dan feet berbeda jauh. Selain itu, umumnya GN ditulis untuk pemakaian film dengan ISO/ASA 100 dan sudut lebar (35mm/24mm/20mm).

GN merupakan hasil kali antara jarak dengan bukaan (f/ stop atau aperture) pada kondisi tertentu (ISO/ASA 100/35mm/m atau ISO/ASA 100/35mm/feet). Sebagai contoh, jika kita ingin menggunakan flash untuk memotret seseorang yang berdiri pada jarak 5m dari kita menggunakan lensa 35mm dan kita ingin menggunakan f/2.8 maka kita memerlukan flash ber-GN 14. Penghitungan yang biasa digunakan biasanya justru mencari aperture tepat untuk blitz tertentu. Misalnya, dengan blitz GN 28 maka untuk memotret obyek berjarak 5m tersebut kita akan menggunakan f/5.6.

GN ini hanya merupakan suatu panduan bagi fotografer. Bukan harga mati. Yang mempengaruhinya ada beberapa. Salah satunya adalah ISO/ASA yang digunakan. Setiap peningkatan 1 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah sebesar sqrt(2) atau sekitar 1,4 kali (atau jarak terjauh dikali 1.4) dan peningkatan 2 stop pada ISO/ASA akan menyebabkan GN bertambah 2 kali (atau jarak terjauh dikali 2).

Indoor flash

blitz sering bahkan hampir selalu digunakan di dalam ruangan. Alasannya karena di dalam ruangan biasanya penerangan lampu agak kurang terang untuk menghasilkan foto yang bisa dilihat. Memang, ada teknik menggunakan slow shutter speed untuk menangkap cahaya lebih banyak, tapi biasanya hal ini menyebabkan gambar yang agak blur karena goyangan tangan kameraman maupun gerakan dari orang yang ingin kita foto. Karena itu, biasanya kita menggunakan blitz.

Penggunaannya biasanya sederhana. Kita bisa setting kamera digital di auto dan membiarkannya melakukan tugasnya atau bisa juga kita melakukan setting sendiri menggunakan perhitungan yang sudah dilakukan di atas. Tidak sulit. Hanya saja, ada beberapa hal perlu kita perhatikan agar mendapatkan hasil maksimal.

1. Jangan memotret obyek yang terlalu dekat dengan blitz yang dihadapkan tegak lurus. Ambil contoh dengan blitz GN 20 yang menurut saya cukup memadai sebagai blitz eksternal bagi kamera digital dalam pemotretan indoor dalam ruangan (bukan aula). Jika kita ingin memotret sebutlah orang pada jarak 2 meter dengan ISO/ASA 200 maka kita membutuhkan f/16 yang tidak tersedia pada sebagian besar PDC dan akan menghasilkan gambar yang over. Karena itu, untuk PDC/DSLR biasanya sudah terdapat flash built-in yang TTL dan memiliki GN agak kecil (8-12 pada sebagian PDC, 12-14 pada DSLR). Gunakan itu daripada flash eksternal untuk obyek yang agak dekat.

2. Kombinasikan flash dengan slow shutter speed untuk mendapatkan obyek utama tercahayai dengan baik dan latar belakang yang memiliki sumber cahaya juga tertangkap dengan baik. Ini adalah suatu teknik yang patut dicoba dan seringkali menghasilkan gambar yang indah. Jangan takut menggunakan speed rendah karena obyek yang sudah dikenai flash akan terekam beku (freeze).

3. Bila ruangan agak gelap, waspadai terjadinya efek mata merah/red eye effect. Efek mata merah ini terjadi karena pupil mata yang membesar untuk membiasakan diri dengan cahaya yang agak gelap tetapi tiba-tiba dikejutkan cahaya yang sangat terang dari flash. Jika kamera dan/atau flash terdapat fasilitas pre-flash/red eye reduction, gunakan hal ini. Jika tidak, akali dengan mengubah sudut datangnya cahaya flash agar tidak langsung mengenai mata.

4. Dalam ruangan pun ada sumber cahaya yang kuat seperti spotlight. Hindari memotret dengan menghadap langsung ke sumber cahaya kuat tersebut kecuali ingin mendapatkan siluet yang tidak sempurna (kompensasi under 1 – 2 stop untuk siluet yang baik). Dalam kondisi demikian, gunakan flash untuk fill in/menerangi obyek yang ingin dipotret tersebut.

Bounce/Diffuse

flash adalah sumber cahaya yang sangat kuat. Selain itu, flash adalah cahaya yang bersumber dari sumber cahaya yang kecil (sempit). Karenanya, bila cahaya ini dihadapkan langsung pada suatu obyek akan menyebabkan penerangan yang kasar (harsh). Dalam sebagian besar foto dokumentasi konsumsi pribadi dimana petugas dokumentasi menggunakan kamera point & shoot (film/digital) ini bisa diterima. Tetapi dalam tingkat yang lebih tinggi dimana hasil foto ini akan menjadi konsumsi umum, alur keras cahaya akan memberi efek yang kurang sedap dipandang. Ditambah lagi biasanya ini akan menyebabkan cahaya flash memutihkan benda yang sudah agak putih dan menyebabkan detail-detail tertentu lenyap.

Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal ini dalam artian melunakkan cahaya tersebut:

1. Memperluas bidang datang cahaya yaitu dengan memantulkannya ke bidang lain (bounce).

2. Menyebarkan cahaya yang datang dari sumber kecil tersebut sehingga meluas (diffuse).

Bounce flash dilakukan dengan cara memantulkan flash ke satu bidang yang luas sehingga cahaya datang dalam sudut yang lebih luas. Kita bisa menggunakan langit-langit atau dinding yang ada dalam ruangan. Jika flash eksternal yang terpasang pada kamera digital terhubung melalui hot shoe, maka flash tersebut harus memiliki fasilitas tilt untuk memantulkan cahayanya. Jika terpasang melalui kabel synchro, maka kita bisa memasang flash pada bracket dengan posisi sedikit menghadap ke atas/samping atau memegangnya dengan posisi demikian.

Posisi memantulkan yang tepat agar cahaya jatuh tepat pada obyek adalah dengan menghadapkan flash tersebut pada langit-langit di tengah fotografer/flash dan obyek.

Beberapa hal perlu kita perhatikan dalam memanfaatkan bounce flash ini adalah:

1. Jarak untuk menghitung f/stop berubah bukan menjadi jarak kamera dan obyek tetapi berubah menjadi jarak yang dilalui oleh cahaya flash tersebut. Normalnya pada sudut tilt 45° kita akan melebarkan aperture 1 stop dan pada sudut tilt 90° kita melebarkan aperture sebesar 2 stop. Tentunya ini hanya panduan ringkas. Pada pelaksanaan tergantung teknis di lapangan.

2. Berkaitan dengan no. 1 di atas, maka jarak langit-langit/dinding tidak boleh terlalu jauh atau akan jadi percuma.

3. Gunakan selalu bidang pantul berwarna putih dan tidak gelap. Warna selain putih akan menyebabkan foto terkontaminasi warna tersebut sedangkan warna gelap akan menyerap cahaya flash tersebut.

4. Perhatikan bisa terjadi kemunculan bayangan pada sisi lain cahaya. Misalnya jika kita memantulkan ke langit-langit maka kita akan mendapatkan bayangan di bawah hidung atau dagu dan jika kita memantulkan ke dinding di kiri maka akan ada bayangan di sebelah kanan. Untuk mengatasinya kita dapat menyelipkan sebuah bounce card di bagian depan flash tersebut sehingga ketika kita memantulkan cahaya ke atas/samping kita tetap memiliki cahaya yang tidak terlalu kuat yang mengarah ke depan dan menetralisir bayangan yang muncul.

Untuk mengambil foto secara vertical, akan mudah kalau kita menggunakan koneksi kabel karena kita dapat dengan mudah menghadapkan flash ke atas jika menggunakan bracket atau dipegang. Tetapi jika koneksi kita adalah hot shoe maka pastikan flash kita memiliki fasilitas swivel head sehingga dapat kita putar menghadap ke atas. Lebih bagus lagi jika kita memiliki flash yang dapat di-tilt dan swivel. Ini akan mengakomodasi sebagian besar kebutuhan kita.

Cara lain melunakkan cahaya adalah dengan memperluas dispersinya. Caranya gunakan flash diffuser. flash diffuser akan menyebarkan cahaya yang keluar dari flash ke segala arah sehingga cahaya yang keluar tidak keras. Umumnya tersedia diffuser khusus untuk flash tertentu mengingat head flash berbeda-beda. Dapat juga kita membuat sendiri diffuser untuk flash kita menggunakan bermacam-macam alat.

Ketika kita menggunakan diffuser, sebenarnya kita menghalangi area tertentu dari arah cahaya flash dan membelokkannya ke tempat lain. Ini mengurangi kekuatan flash yang kita gunakan tersebut. Jika diffuser yang kita gunakan adalah hasil beli, maka kita dapat membaca berapa kompensasi aperture yang kita perlukan ketika menghitung eksposur. Biasanya terdapat pada kotak atau kertas manual. Jika kita memutuskan membuat sendiri, maka kita bisa melakukan eksperimen berkali-kali agar mendapatkan angka yang pas untuk kompensasi yang diperlukan kali lainnya.

Outdoor flash

Sekilas jika kita berpikir tentang penggunaan flash, maka kita akan tahu kalau itu berlaku untuk suasana pemotretan yang kekurangan cahaya. Karenanya, kita umumnya tidak memikirkan tentang perlunya penggunaan flash pada pemotretan luar ruangan (siang hari, of course) karena sinar matahari sudah sangat terang. Di sinilah kesalahan kita dimulai. flash sangat dibutuhkan pada pemotretan outdoor, terutama pada:

    Kondisi obyek membelakangi matahari. Pada kondisi seperti ini, meter kamera akan mengira suasana sudah cukup terang sehingga akan menyebabkan obyek yang difoto tersebut gelap/under karena cahaya kuat tersebut percuma karena tidak direfleksikan oleh obyek. Cara mengakalinya adalah dengan melakukan fill in pada obyek sehingga walaupun latar sangat terang tetapi obyek tetap mendapat cahaya.
    Matahari berada di atas langit. Ini akan mengakibatkan muncul bayangan pada bawah hidung dan dagu. Gunakan flash untuk menghilangkannya. Untuk melembutkan cahayanya gunakan bounce card atau diffuser.
    Obyek berada pada open shade (bayangan). flash digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada keseluruhan obyek karena bayangan akan membuat gradasi gelap yang berbeda-beda pada bagian-bagian obyek apalagi wajah manusia.
    Langit sangat biru dan menggoda. Jika kita tidak tergoda oleh birunya langit dan rela mendapat foto langit putih ketika memotret outdoor maka silahkan lakukan metering pada obyek tanpa menggunakan flash atau dengan flash. Jika kita rela obyek kekurangan cahaya asalkan langit biru silahkan lakukan metering pada langit. Nah, jika kita ingin langit tetap biru sekaligus obyek tercahayai dengan baik, gunakan metering pada langit dan fill flash pada obyek. Ini akan menghasilkan perpaduan yang tepat dan pas.
    Langit mendung. Ketika langit mendung, jangan segan-segan gunakan flash karena efek yang ditimbulkan awan mendung akan sama seperti jika kita berada di bawah bayangan.

Sumber tulisan:
http://citrastudio.com/teknik-kamera-blits.html

Sumber foto:
http://www.the-digital-picture.com/Reviews/Canon-580EX-II-Speedlite-Flash-Review.aspx

Sabtu, Maret 31, 2012

Galeri Lama



 




                                                                                                    
                                

Perbedaan Kamera Full-frame dengan Crop-sensor

Beberapa waktu yang lalu ada yang bertanya tentang beda kamera digital full frame dengan kamera digital crop frame (biasa). Maka dari itu mari kita bahas secara mendalam dan mudah-mudahan lengkap.

Kamera full frame berukuran sensor lebih besar dari kamera SLR crop, berapa bedanya? Luas penampang kamera full frame adalah 864 mm2 dibandingkan dengan kamera crop sensor Canon: 329 mm2, Nikon, Sony, Pentax : 370 mm2 dan Olympus: 225 mm2
Canon EOS 5D mark II dan 7D, bentuk fisik hampir sama, tapi isi dan teknologi jauh berbeda

Dampak perbedaan ukuran inilah yang menjadi sumber perbedaan-perbedaan dibawah ini:
1. Kualitas foto

Kamera bersensor berukuran besar lebih baik terutama di ISO tinggi (foto di tempat yang gelap). Untuk ketajaman foto, ini tergantung juga dengan lensa yang dipakai. Kalau lensa yang dipakai jelek, maka kualitas foto di kamera bersensor besar malah bisa lebih buruk.
2. Jangkauan fokal lensa

Bila kita mengunakan lensa yang sama dan kita pasang di kamera full frame dan satunya lagi kamera crop frame, maka ada perbedaan jangkauan fokal lensa. Di kamera full frame, foto akan terlihat lebih lebar, sedangkan di kamera crop frame, lebih sempit. Hal ini dikarenakan kamera crop frame otomatis mengkrop foto yang diambil.

Tiap merek kamera memiliki rasio yang agak berbeda dengan yang lain. Contoh Canon 1.6, Nikon, Pentax dan Sony 1.5, Olympus 2. Artinya bila lensa 100mm di pasang di kamera crop Canon, maka akan keliatan seperti 160mm di kamera full frame.

Efek ini tentunya disukai oleh fotografer olahraga atau satwa liar, karena dengan lensa 300mm misalnya, dengan mengunakan kamera crop, jangkauannya seperti 480mm.
3. Tidak semua lensa cocok dipasang buat kamera full frame

Ini yang penting bagi yang mempertimbangkan untuk membeli kamera full frame. Gak semua lensa kompatibel, ini dikarenakan banyak produsen lensa membuat lensa yang berukuran lebih kecil dan di optimalkan untuk kamera crop. Sebaliknya, semua lensa yang bisa dipakai di kamera full frame, bisa dipakai di kamera crop frame.

Contoh lensa yang tidak kompatibel antara lain Canon EF-S, Nikon DX, Tamron Dii, Sigma DC
4. Depth of field atau kedalaman fokus

Karena ukuran sensor lebih besar, makin tipis kedalaman fokus dibandingkan dengan kamera crop. Contoh, lensa dengan bukaan f/1.4 bila digunakan di full frame seperti lensa f/1 (Di dapat dari 1.4 dibagi crop faktor kamera misalnya 1.5 untuk kamera Nikon) bila dipakai di kamera crop sensor.  [ Baca juga Memahami Bukaan ]
5. Lebih rentan blur*

Saya pernah baca artikel yang mengatakan bahwa kamera bersensor besar sedikit lebih rentan blur bila kamera goyang. Ini mungkin ada benarnya. Akibatnya, kita perlu menaikkan shutter speed lebih tinggi untuk mengkompensasikannya. [ Baca juga Supaya foto tidak blur ]
6. Harga

Karena untuk membuat sensor berukuran besar mahal, dan tidak diproduksi se-massal sensor crop, maka kamera full frame juga lebih mahal banyak daripada kamera crop. Kamera baru setidaknya berharga 20-30 juta. Ada juga yang mencapai 70 juta, sedangkan kamera crop baru bisa dibeli dengan harga mulai dari sekitar 4 – 5 jutaan.

Demikian perbedaan-perbedaan utama kamera full frame dan non-full frame. Tentunya kita bisa menemukan perbedaan-perbedaan lain seperti perbedaan fitur dan teknologi yang dipakai. Kadang teknologi yang dipakai di kamera crop frame lebih canggih daripada kamera full frame, contohnya Canon 7D dan Canon 5D mark II. Untuk menentukan kamera yang paling cocok untuk Anda, tentunya harus memahami perbedaan tersebut sehingga tidak membuang duit sia-sia.

Contoh kamera full frame: Canon 5D mark II, Nikon D700, Nikon D3, Sony A900. Contoh kamera crop sensor: Canon 350D – 550D, Canon 40D, 50D, 7D, Nikon D3000, D5000, D90, Pentax kx, k20d, Olympus E-3, E-620, Sony A200 – A700 dan lain lain.

*belum ada riset yang pasti.

By Enche on April 20, 2010

Sumber tulisan dan foto:
http://www.infofotografi.com/blog/2010/04/perbedaan-kamera-full-frame-dengan-crop-sensor/

(Foto: Canon EOS 5D mark II dan 7D, bentuk fisik hampir sama, tapi isi dan teknologi jauh berbeda)

Jumat, Maret 30, 2012

Riquelme: Messi Genius dan Iniesta Unik

BUENOS AIRES, KOMPAS.com- Mantan pemain Barcelona, Juan Roman Riquelme, menyebut Lionel Messi adalah pemain yang genius. Sedangkan, soal Andres Iniesta, dia menyebutnya sebagai pemain unik.

Riquelme makin melihat kegeniusan Messi ketika mampu mencetak hat-trick bagi Argentina pada laga persahabatan melawan Swiss. "Dia (Messi) seorang pemain genius dan berbeda dari setiap (pemain terbaik). Ia adalah pecetak gol dan dia lebih cepat dengan bol dibandingkan tanpa bola. Itu merupakan hal yang paling sulit," ujar Riquelme seperti dilansir Goal.com.

Riquelme sangat terkesan oleh permainan yang ditunjukkan Messi. Menurutnya, bintang Barcelona itu bisa mencetak gol dari sudut mana pun seperti yang dia lakukan pada saat melawan Swiss kemarin.

Menurut Riquelme, di Barcelona ada pesaing berat Messi yang tak kalah hebatnya, yaitu Andres Iniesta. Menurutnya, Iniesta adalah pemain unik dan mampu memengaruhi permainaj dengan baik. Menurutnya, tak ada seorang pun seperti dia.

"Jika kita harus bicara tentang pemain lain, yang terbaik bagi saya adalah Iniesta. Tak seorang pun seperti dia. Dia adalah pemain yang unik. Dia mampu bermain di segala posisi dan dapat menciptakan serangan berbahaya," tandasnya.

Sumber tulisan:
http://bola.kompas.com/read/2012/03/07/00034498/Riquelme.Messi.Genius.dan.Iniesta.Unik

Sumber foto:
http://www.graphicshunt.com/football-soccer/images/juan_roman_riquelme-521.htm


Messi Tak Pernah Mimpi Jadi "Top Scorer"


BARCELONA, KOMPAS.com — Bintang Barcelona, Lionel Messi, akhirnya angkat bicara mengenai rekor terbarunya. Messi mengaku tak pernah bermimpi menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah "El Barca".
"Aku tidak pernah bermimpi bahwa pada suatu hari aku bisa menjadi pencetak gol terbanyak di Barcelona. Aku tidak tahu jika itu gol terbaikku," ujar Messi kepada Ole.

Rekor tersebut dipecahkan Messi ketika tampil melawan Granada, Rabu (21/3/2012). Dalam pertandingan tersebut, Messi mencetak tiga gol yang membuat Barca meraih kemenangan dengan skor 5-3. Dengan hat-trick tersebut, Messi telah mengemas 234 gol, sekaligus melampaui rekor yang pernah dicetak oleh pemain legendaris Barcelona, Cesar Rodriguez, yang mengoleksi 232 gol selama bergabung dengan "Blaugrana".

Segala torehan rekor yang dia buat bersama Barca, katanya, sebagai balasan atas jasa besar yang diberikan klub itu. Seperti yang diketahui, ketika masih kecil Messi menderita kekurangan hormon pertumbuhan. Di saat banyak tim menolak, Barcelona dengan ikhlas merekrutnya dan membiayai perawatannya.
"Aku selalu ingin membayar apa yang telah dilakukan Barcelona kepadaku. Itu membuatku sangat bahagia menjadi bagian dari sejarah klub ini. Aku tidak bisa melakukan apa pun tanpa dukungan dari rekan-rekanku. Aku senang melihat orang senang kepada diriku," beber Messi. (OLE)

Sumber tulisan:
http://bola.kompas.com/read/2012/03/23/01182510/Messi.Tak.Pernah.Mimpi.Jadi.Top.Scorer

Sumber foto:
Daylife/Reuters
(Pemain Barcelona, Lionel Messi (tengah) merayakan gol pertamanya dengan rekan setimnya, Xavi Hernandez (kiri) dan Alexis Sanchez saat melawan Granada dalam laga La Liga di stadion Camp Nou di Barcelona, Selasa (20/3/2012). Messi menyamai rekor perolehan 232 gol pemain Barcelona selama 60 tahun dengan golnya itu)

Apes

Kalo ada "Top Ten" hari yang menjengkelkan, mungkin hari ini masuk sepuluh besar. Pukul dua lewat empat puluh tiga menit (02:43) Jum'at dini hari, 30 Maret 2012, tepatnya. Hasil "save-an" tulisan-tulisan yang selama bertahun-tahun saya kumpulkan dari berbagai sumber di internet harus "terdelete" gara-gara virus Trojan. Ini bukan kali pertama saya bermasalah dengan makhluk yang satu ini. Tahun 2010 juga sempat hampir menghabiskan seluruh isi hardisk eksternal saya. Aishhh...

Dan entah kenapa, ini terjadi hanya berselang beberapa hari setelah Blog lama kembali saya aktifkan. Mungkin Tuhan -hanya- ingin mempertegas keputusan saya ini; mengaktifkan Blog. Kebiasaan mengunduh  bacaan-bacaan dari internet memang lebih banyak saya nikmati sendiri secara "off-line". Lain dengan tulisan-tulisan yang secara "on-line" dishare di blog. Tidak hanya dinikmati sendiri, tapi juga bisa berbagi dengan orang lain.

Rezki (baca: Ilmu) memang lebih terasa ketika dinikmati bersama. Inilah salah satu substansi dalil "Balliguu annii walau ayat!".



Agar Foto Tetap Tajam di Situasi Minim Cahaya



Seringkali obyek menarik datang dalam situasi dimana kita harus memotret dalam kondisi minim cahaya dan kita tidak ingin (atau tidak bisa) menggunakan flash, padahal kita ingin menghasilkan foto yang tetap tajam. Obyek seperti view kota saat malam yang indah, konser musik di malam hari atau suasana pesta sayang dilewatkan begitu saja tanpa kamera beraksi. Berikut adalah tips untuk bisa tetap menghasilkan foto yang optimum:


1. Tripod. Alat yang paling handal dan mudah adalah tripod.

2. Jika tripod tidak tersedia, usahakan agar kamera tetap stabil dengan memanfaatkan lingkungan sekitar,  misalnya dengan menyandarkan badan ke tempok, menahan napas..dll

3. Usahakan untuk menggunakan aperture sebesar mungkin, jika lensa anda memiliki batas aperture terbesar f/3.5, pakailah aperture f/3.5

4. Jika dua trik diatas belum cukup, naikkan ISO kamera  hingga shutter speed kita mencapai minimal 1/60 (pada beberapa kamera generasi terbaru bisa menggunakan  setting ISO hingga diatas 1000 dan masih bisa menghasilkan foto yang rendah noise)

5. Saat menggunakan tips ke-4, sebaiknya aktifkan fitur High ISO Noise Reduction di kamera untuk mengurangi noise, atau pilihan kelima berikut lebih baik (dan lebih mahal) yakni:

6. Atau anda bisa melewati tips ke-5 dengan memakai software noise reduction untuk mengurangi noise pada tahap post production. Software semacam Noise Ninja, Imagenomic Noiseware atau Nik’s Dfine lumayan ampuh menjinakkan noise di hasil akhir foto kita.

Sumber tulisan:
http://belajarfotografi.com/tips-memotret-minim-cahaya-malam-konser/

11 Tips Memotret Dengan Kamera Handphone


Handphone adalah alat yang selalu kita bawa kemana – kemana, bukan hanya karena fungsinya sebagai alat komunikasi namun juga karena ia memiliki kemampuan ‘super’; pemutar mp3, GPS, perekam, organizer dan tentu saja kamera.

Dengan terus bertambahnya kemampuan kamera handphone (megapiksel, kualitas lensa dan adanya flash), frekuensi dan jumlah penggunanya juga semakin banyak. Sayangnya, hasil foto menggunakan kamera ini masih tetap terbatas. Bukan semata karena kualitas kamera namun juga mungkin cara kita menggunakannya.

Ini adalah 11 tips yang bisa anda pakai untuk memaksimalkan kualitas foto dari kamera handphone, apapun merk handphone anda, silahkan:

Jangan gunakan zoom, mendekatlah ke obyek foto
Kamera handphone cenderung memperkecil obyek foto, jadi selalu usahakan agar anda memotret dari jarak yang cukup sehingga keseluruhan obyek bisa memenuhi frame tanpa harus menggunakan zoom. Zoom akan menurunkan resolusi foto anda secara keseluruhan dan membuat foto tidak tajam.


Pastikan cahaya yang menerangi obyek mencukupi
Kamera hanphone tidaklah sesensitif mata kita yang bisa melihat di keremangan. Usahakan selalu agar cahaya yang menerangi obyek foto mencukupi, hasil foto outdoor cenderung lebih bagus dibanding indoor. Jika tersedia, gunakan flash saat memotret indoor. Namun harus diingat bahwa jarak efektif flash adalah sekitar 2-3 meter, jadi jangan berharap kita bisa menerangi seisi ruangan dengan flash.

Pegang handphone se-stabil mungkin


Semakin stabil kamera semakin bagus foto kita. Jadi usahakan selalu agar tangan kita tenang saat mengambil foto. Jika perlu, manfaatkan benda yang lebih stabil sebagai sandaran, misalnya pohon atau tembok sehingga membantu kestabilan tangan.

Baca tips tentang komposisi


Pengetahuan tentang komposisi yang bagus akan membantu kita memotret dengan lebih baik. Cobalah baca tips komposisi singkat ini. Namun jangan terpaku, seperti kata para fotografer tenar bahwa dalam aturan pertama dalam fotografi adalah tidak ada aturan,  yang ada adalah selera.

Cobalah memotret dari tempat yang tidak biasa
Foto yang dibuat dari sudut yang biasa-biasa saja maka hasilnya juga akan biasa-biasa saja. Untuk itu cobalah memotret dari sudut yang tidak biasa, misalnya dari bawah obyek seperti contoh di bawah.

Pilih resolusi tertinggi
Resolusi tertinggi berarti foto yang dihasilkan memiliki detail lebih banyak dan bisa dicetak lebih besar. Jika kamera memberi pilihan resolusi, pilihlah resolusi tertinggi. Juga resolusi tinggi juga berarti ukuran file yang lebih besar, ini menjadi pertimbangan bagi pemilik handphone dengan kapasitas memory terbatas atau misalnya foto akan dikirim maka akan membutuhkan waktu transfer lebih lama.

Pastikan lensa selalu bersih
Sebaik apapun kita memotret dan sebagus apapun obyek foto tapi jika lensa kita kotor maka hasilnya pastilah jelek. Mengingat handphone kita lama berada di kantong maka kotoran kelamaan akan menempel di lensa kamera, oleh karena itu secara berkala bersihkan lensa dari kotoran. Gunakan kain lembut untuk membersihkan, tak perlu cairan apapun. Jika terkena minyak, gunakan cairan pembersih LCD atau kacamata.

Kenali waktu jeda shutter
Kamera handphone memiliki apa yang disebut shutter lag, yakni waktu jeda antara saat kita memencet dan saat kamera mulai mengambil foto. Kenali waktu jeda ini dengan baik supaya tangan kita tetap tenang sesaat setelah kita menekan shutter.

Hindari mengedit foto dari handphone
Handphone memiliki beberapa fitur pengolahan foto bawaan yang cukup menarik (dan lucu-lucu), namun jika anda cukup tahan godaan dan rela kerepotan mengolah foto di komputer, maka hasilnya akan jauh lebih bagus dan kita akan memiliki keleluasaan kreatif yang lebih besar nantinya ketika mengolah foto di komputer.

Foto sesering mungkin
Kita harus bersyukur hidup di jaman digital sehingga berapapun kita memotret, kita tidak perlu mengeluarkan ongkos ekstra. Bayangkan jika anda memotret menggunakan film, berapa roll yang harus dibeli? Karena itu, jangan sungkan dan ragu, potretlah sebanyak dan sesering mungkin, semakin banyak kita memotret semakin banyak pula hasil yang bagus.

Jangan beri efek di handphone, beri efek di komputer
Kebanyakan handphone melengkapi dirinya dengan aplikasi tertentu yang memungkinkan kita mendapat efek seperti yang kita maui, misalnya hitam-putih, crop, sephia dll. Namun untuk mendapatkan hasil terbaik, gunakan software photo editor pilihan anda.

Catatan: untuk pengguna Apple iPhone seperti saya, pilihan aplikasi berikut mungkin bisa membantu anda.

Sumber tulisan:
http://belajarfotografi.com/11-tips-memotret-dengan-kamera-hanphone/

Coverage- English Debate Contest III



English Debate Contest III

                                








Tiket Ujian Al-Azhar senilai 70% kehadiran



Mahasiswa yang berkuliah di kampus Universitas Al-Azhar selama ini memang tidak diwajibkan untuk hadir di perkuliahan. Hanya beberapa fakultas saja yang mensyaratkan kehadiran mahasiswanya sebagai syarat mengikuti ujian/kelulusan. Namun, Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar Kairo mulai menetapkan kebijakan baru terkait kehadiran mahasiswa dalam kegiatan perkuliahan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pada hari Sabtu tanggal 25 Februari 2012, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo  untuk putra, Prof. Dr. Bakr Zaki Iwadh mengundang seluruh mahasiswa asing di fakultas tersebut untuk melakukan pertemuan. Bertempat di Auditorium Al-Imam al-Dzahabi pertemuan tersebut dihadiri oleh ratusan mahasiswa asing dari semua jurusan dan tingkat.

Back to Campus. Pertemuan Dekan dengan mahasiswa asing. Sabtu, 25 Februari 2012.

Pada kesempatan tersebut Prof. Dr. Bakr Zaki Iwadh mensosialisasikan beberapa kebijakan berikut:
• Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo untuk putra akan memberlakukan absensi kehadiran perkuliahan bagi mahasiswa asing di setiap jam mata kuliah terhitung mulai hari Selasa, 28 Februari 2012
• Prosentase minimal kehadiran mahasiwa sebagai syarat mengikuti ujian adalah 70 % dari total pertemuan kuliah.
• Ujian tulis untuk Term II Tahun Akademik 2011/2012 akan dilaksanakan pada 28 Mei 2012, sedangkan ujian lisan dimulai dua minggu sebelum ujian tulis.

Dekan Fakultas Ushuluddin juga menyampaikan beberapa hal penting antara lain:
• Himbauan kepada mahasiswa asing agar melengkapi data diri, khususnya alamat tinggal di Mesir.
• Pihak kuliah akan memberikan bantuan diktat kuliah bagi mahasiswa yang kurang mampu dengan mengajukan permohonan tertulis. (/fz)

Sumber tulisan:
http://www.facebook.com/notes/galeri-masisir/tiket-ujian-al-azhar-senilai-70-kehadiran/332198933482578

Sumber foto:
Aris Amir


Kamis, Maret 29, 2012

Talkhisan Kitab "طرق تخريج حديث رسول الله صلي اله عليه وسلم"

Kitab ini dikarang oleh Prof. DR. Muhammad Abdul Muhdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi dan diajarkan langsung oleh Beliau untuk tingkat empat fakultas Ushuluddin jurusan Hadits. Dulunya dinamai "محاضرات في التخريج".

تعريف التخريج:  
لغة :  مادة(ج ر ج ) تدور في معناها علي الظهور و البروز
قيل: الإستخراج بمعني الإستنباط
إصطلاحا:
- إبراد المؤلف أحاديث كتاب ما بأسانيد لنفسه, يلتقي مع مؤلف الأصل في شيخه أو من فوقه.
-  عزو الأحاديث إلي من أخرجها من أئمة الحديث في كتابه مع الحكم عليها

الغرض في التخريج
- معرفة مصدر الحديث و حاله من حيث القبول والرد

فوائد التخريج:
1. معرفة مصدر أو مصادر الحديث
2. جمع أكبر عدد من أساند الحديث
3. معرفة حال الإسناد بتتبع الطرق
4. معرفة حال الحديث  بناء علي كثير من الطرق
5. إرتقاء الحديث بكثرة طرقه

نماذج تتضح بها فوائد التخريج
الأول:






















Ilmu Takhrij dan Studi Sanad


Pengertian Takhrij

Takhrij menurut bahasa mempunyai beberapa makna. Yang paling mendekati di sini adalah berasal dari kata kharaja ( خَرَجَ ) yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj ( اْلِإخْرَج ) yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan al-makhraj ( المَخْرَج ) artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadits wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.

Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.

Sejarah Takhrij Hadits

Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu luas, sehingga mereka tidakmerasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar’i. Maka sebagian dari ulama bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla’if. Lalu muncullah apa yang dinamakan dengan “Kutub At-Takhrij” (buku-buku takhrij), yang diantaranya adalah :

Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-Syafi’I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih madzhab Asy-Syafi’I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin Yusuf Az-Zaila’I (wafat 762 H).
Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila’I juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi’ah fisy-Syarhil-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Umar bin ‘Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
Al-Mughni ‘an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa’ minal-Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-‘Iraqi (wafat tahun 806 H).
Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-Hafidh Al-‘Iraqi juga.
At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi’I; karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqalani (wafat 852 H).
Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya ‘Abdurrauf Ali Al-Manawi (wafat 1031 H).

Contoh :

Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :

Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,”Hadits ‘Ali bahwasannya Al-‘Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin ‘Adi, dari ‘Ali. Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar Al-‘Adawi, dari ‘Ali. Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim bin Yanaq dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan derajat mursal.  Begitu juga Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,”Imam Asy-Syafi’I berkata : ‘Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau mendahulukan zakat harta Al-‘Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak mengetahui apakah ini benar atau tidak?’. Al-Baihaqi berkata,”Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari ‘Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-‘Abbas untuk mendahulukan zakatnya untuk dua tahun”. Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam sanadnya terdapat inqitha’. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada ‘Umar,”Kami pernah mempercepat harta Al-‘Abbas pada awal tahun”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi’” [At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163]

METODE TAKHRIJ

Dalam takhrij terdapat beberapa macam metode yang diringkas dengan mengambil pokok-pokoknya sebagai berikut :

Metode Pertama, takhrij dengan cara mengetahui perawi hadits dari shahabat

Metode ini dikhususkan jika kita mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, lalu kita mencari bantuan dari tiga macam karya hadits :

Al-Masaanid (musnad-musnad) : Dalam kitab ini disebutkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap shahabat secara tersendiri. Selama kita telah mengetahui nama shahabat yang meriwayatkan hadits, maka kita mencari hadits tersebut dalam kitab al-masaanid hingga mendapatkan petunjuk dalam satu musnad dari kumpulan musnad tersebut.
Al-Ma’aajim (mu’jam-mu’jam) : Susunan hadits di dalamnya berdasarkan urutan musnad para shahabat atau syuyukh (guru-guru) atau bangsa (tempat asal) sesuai huruf kamus (hijaiyyah). Dengan mengetahui nama shahabat dapat memudahkan untuk merujuk haditsnya.
Kitab-kitab Al-Athraf : Kebanyakan kitab-kitab al-athraf disusun berdasarkan musnad-musnad para shahabat dengan urutan nama mereka sesuai huruf kamus. Jika seorang peneliti mengetahui bagian dari hadits itu, maka dapat merujuk pada sumber-sumber yang ditunjukkan oleh kitab-kitab al-athraf tadi untuk kemudian mengambil hadits secara lengkap.
Metode Kedua, takhrij dengan mengetahui permulaan lafadh dari hadits

Cara ini dapat dibantu dengan :

Kitab-kitab yang berisi tentang hadits-hadits yang dikenal oleh orang banyak, misalnya : Ad-Durarul-Muntatsirah fil-Ahaaditsil-Musytaharah karya As-Suyuthi; Al-Laali Al-Mantsuurah fil-Ahaaditsl-Masyhurah karya Ibnu Hajar; Al-Maqashidul-Hasanah fii Bayaani Katsiirin minal-Ahaaditsil-Musytahirah ‘alal-Alsinah karya As-Sakhawi; Tamyiizuth-Thayyibminal-Khabits fiimaa Yaduru ‘ala Alsinatin-Naas minal-Hadiits karya Ibnu Ad-Dabi’ Asy-Syaibani; Kasyful-Khafa wa Muziilul-Ilbas ‘amma Isytahara minal-Ahaadits ‘ala Alsinatin-Naas karya Al-‘Ajluni.
Kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan huruf kamus, misalnya : Al-Jami’ush-Shaghiir minal-Ahaaditsil-Basyir An-Nadzir karya As-Suyuthi.
Petunjuk-petunjuk dan indeks yang disusun para ulama untuk kitab-kitab tertentu, misalnya : Miftah Ash-Shahihain karya At-Tauqadi; Miftah At-Tartiibi li Ahaaditsi Tarikh Al-Khathib karya Sayyid Ahmad Al-Ghumari; Al-Bughiyyah fii Tartibi Ahaaditsi Shahih Muslim karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi; Miftah Muwaththa’ Malik karya Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

Metode Ketiga, takhrij dengan cara mengetahui kata yang jarang penggunaannya oleh orang dari bagian mana saja dari matan hadits

Metode ini dapat dibantu dengan kitab Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfaadzil-Hadits An-Nabawi, berisi sembilan kitab yang paling terkenal diantara kitab-kitab hadits, yaitu : Kutubus-Sittah, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Ahmad, dan Musnad Ad-Darimi. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis, yaitu Dr. Vensink (meninggal 1939 M), seorang guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda; dan ikut dalam menyebarkan dan mengedarkannya kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul-Baqi.

Metode Keempat, takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan hadits

Jika telah diketahui tema dan objek pembahasan hadits, maka bisa dibantu dalam takhrij-nya dengan karya-karya hadits yang disusun berdasarkan bab-bab dan judul-judul. Cara ini banyak dibantu dengan kitab Miftah Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadits yang disusun berdasarkan judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis berkebangsaan Belanda yang bernama Dr. Arinjan Vensink juga. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadits yang terkenal, yaitu :

Shahih Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abu Dawud
Jami’ At-Tirmidzi
Sunan An-Nasa’i
Sunan Ibnu Majah
Muwaththa’ Malik
Musnad Ahmad
Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi
Sunan Ad-Darimi
Musnad Zaid bin ‘Ali
Sirah Ibnu Hisyam
Maghazi Al-Waqidi
Thabaqat Ibnu Sa’ad
Dalam menyusun kitab ini, penyusun (Dr. Vensink) menghabiskan waktunya selama 10 tahun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan diedarkan oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqi yang menghabiskan waktu untuk itu selama 4 tahun.

STUDI SANAD HADITS

Yang dimaksudkan dengan studi sanad hadits adalah mempelajari mata rantai para perawi yang ada dalam sanad hadits. Yaitu dengan menitikberatkan pada mengetahui biografi, kuat lemahnya hafalan serta penyebabnya, mengetahui apakah mata rantai sanad antara seorang perawi dengan yang lain bersambung atau terputus, dengan mengetahui waktu lahir dan wafat mereka, dan mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan Al-Jarh wat-Ta’dil.

Setelah mempelajari semua unsur yang tersebut di atas, kemudian kita dapat memberikan hukum kepada sanad hadits. Seperti mengatakan,”Sanad hadits ini shahih, Sanad hadits ini lemah, atau Sanad hadits ini dusta”. Ini terkait dengan memberikan hukum kepada sanad hadits.

Sedangkan dalam memberikan hukum kepada matan hadits, disamping melihat semua unsur yang tersebut di atas, kita harus melihat unsur-unsur yang lain. Seperti meneliti lebih jauh matannya untuk mengetahui apakah isinya bertentangan dengan riwayat perawi yang lebih terpercaya atau tidak. Dan apakah di dalamnya terdapat illat yang dapat menjadikannya tertolak atau tidak. Kemudian setelah itu kita memberikan hukum kepada matan tersebut. Seperti dengan mengatakan : “Hadits ini shahih” atau “Hadits ini dla’if”. Memberikan hukum kepada matan hadits lebih sulit daripada memberikan hukum kepada sanad. Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali yang ahli dalam bidang ini dan sudah menjalaninya dalam kurun waktu yang lama.

Dalam studi sanad ini, buku-buku yang dapat digunakan untuk membantu adalah buku-buku yang membahas tentang Al-Jarh wat-Ta’dil serta biografi para perawi.

Penulis: Abu Al Jauzaa

Sumber tulisan:
http://jacksite.wordpress.com/2007/07/05/ilmu-hadits-ilmu-takhrij-dan-studi-sanad/

Ini Dia, Orang Indonesia Pertama Pemegang "Triple CCIE"


JAKARTA, KOMPAS.com - Perusahaan teknologi Cisco memiliki beberapa tingkatan program sertifikasi jaringan komputer, salah satunya adalah Cisco Certified Internetwork Expert (CCIE) yang merupakan tingkatan tertinggi dan sangat ketat ujiannya.

Sertifikasi ini merupakan jaminan bagi seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam bidang networking. Ada delapan sertifikat CCIE yang bisa dipilih oleh profesional TI sesuai kebutuhan pekerjaannya.

Satu "gelar" CCIE saja sudah sangat sulit diraih, tapi ternyata ada yang sudah punya tiga sertifikasi CCIE. Salah satunya, yang membanggakan, berasal dari Indonesia yaitu Himawan Nugroho.

Ketika mendapatkan CCIE ketiga pada tahun 2007, Himawan menjadi orang Indonesia pertama yang memiliki tiga sertifikat ini sekaligus. Hingga kini, hanya dua orang Indonesia dari 400-an orang yang memiliki triple CCIE di seluruh dunia.

Sertifikat pertama adalah CCIE Routing and Switching (diperoleh di Jepang, September 2001). Sertifikat kedua adalah CCIE Security (diperoleh di Belgia, Januari 2006). Sertifikat ketiga adalah CCIE Service Provider (diperoleh di Belgia, September 2007).

"Tesnya delapan jam di depan komputer, dalam sebuah laboratorium. Tes terbagi dalam beberapa sesi dan masing-masing sesi harus bisa dijawab minimal 80 persen," ungkap Himawan saat ditemui Kompas.com usai membagi pengalaman di kampus Bina Nusantara Syahdan Jakarta, Selasa (27/3/2012).

Ketatnya tes dan waktu yang terbatas, menjadi sebab mengapa hanya sedikit sekali yang bisa lulus dari tes untuk mendapatkan sertifikat CCIE. Dari pengalaman Himawan di Jepang, dari 7 orang yang ikut tes, hanya dirinya yang lulus dan mendapat sertifikat tersebut.

Untuk bisa mengikuti tes CCIE, profesional TI harus mengikuti tes computer base sehingga hasil tesnya bisa didaftarkan ke website Cisco untuk proses kualifikasi. Tes Computer Base bisa dilakukan dimana saja, namun tes CCIE harus dilakukan di negara penyelenggara.

Peserta yang memenuhi kualifikasi, akan mendapat kesempatan untuk mem-"booking" tes di negara-negara terdekat yang mengadakan tes CCIE. Peserta yang sudah terdaftar, harus datang ke negara penyelenggara untuk mengikuti tes selama 8 jam tersebut.

Pria yang lebih dari 10 tahun berkecimpung di dunia teknologi ini telah mengunjungi 30 negara sepanjang karirnya untuk mengerjakan beragam proyek.

Kesempatan ini bisa didapat setelah ia memiliki triple CCIE. Kini, ia menetap di Dubai dan bekerja sebagai Technical Adviser Cisco System untuk Cisco EMEA (Europe, Midle East, and Africa).

Datang ke Indonesia
Dalam kunjungan lima hari di Indonesia, Himawan menyebut kunjungan pribadinya ini dalam rangka acara Indonesia Networkers 2012.

"Saya ingin membagikan pengalaman saya tentang bagaimana bersaing di pasar global, bagaimana caranya bisa bekerja di perusahaan besar dunia, dan bagaimana menjadi orang Indonesia yang punya daya saing di dunia," ungkapnya.

Hari pertama ia telah mengunjungi kampus Institut Teknologi Nasional (Itenas) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Hari kedua ia mengunjungi Universitas Indonesia (UI) Depok, dan Universitas Bina Nusantara (Binus) Syahdan Jakarta.

Hari ketiga, akan digunakan untuk memberi seminar bagi 400 profesional TI di Plaza Bapindo, Jakarta. Hari selanjutnya ia akan mengadakan pertemuan dengan beberapa petinggi media di Indonesia. Himawan juga akan mengadakan makan malam bersama para profesional TI.

Sumber tulisan:
http://tekno.kompas.com/read/2012/03/28/0954360/Ini.Dia.Orang.Indonesia.Pertama.Pemegang.Triple.CCIE

Rabu, Maret 28, 2012

(Tugas) Kesan dan Pesan Kelas Dasar IPSC 2012

Ijinkan saya mengutip perkataan Goenawan Moehammad yang bunyinya kurang lebih seperti ini:
“Bahasa itu ‘lemah’. Ia sering kali tidak jatuh persis dengan apa yang ada di benak kita”
 
Kalo kolumnis sekelas GM saja kadang tak mampu menceritakan apa yang ada di benaknya, bagaimana dengan kita yang hanya bermodal bahasa pas-pasan. Ada cerita di setiap sisi momen yang kami lewati. Ada rasa yang tak cukup hanya diungkapkan lewat kosakata. Karna Ia, punya ceritanya sendiri.  Tapi saya akan berusaha sebisa mungkin… :D
 
Kalo di kelas sering kita mendengarkan kalimat khas ini “Disini tidak menerima setoran alasan!”, kali ini mungkin kita harus membuangnya jauh-jauh, karna sepanjang tulisan ini, hanya akan berisi rangkuman alasan, alasan….dan alasan hehe
 
Baiklah, Mari kita mulai:
 
Kamis 26 Januari 2012 Pukul 03:00 PM. Satu persatu roman-roman ‘aneh’ itu bermunculan. Wajah asing penuh tanya, persis rautku ketika itu. Ternyata mereka adalah calon teman sependirataanku di hari mendatang. Dengan sangat bersahaja, Mas Faiz membuka pidato atau apalah istilahnya. Sederhana. Tidak menggebu-gebu,  tapi mampu memacu adrenalin dan menggelitik rasa penasaran para peserta untuk mengetahui apa – sebenarnya – fotografi itu. Meski terkesan ‘briefing’ , tapi ‘kultum’ founder IPSC ini mampu memberi gambaran singkat tentang dunia fotografi, arah dan mau dibaaawa kemana…
 
27 Januari 2012, bukan landscape, bukan arsitektur…apalagi model :p. Yang disuruh jepret cuma barisan baterai yang membosankan. Tapi, paling tidak gerakan motret ‘freestyle’ yang lucu dari teman-teman perlahan menutupi rasa itu. Mulai dari yang tengkurap sampai bokong di atas :D 
 
28 Januari 2012, memasuki kelas ke-dua. Bermodal 5 jam teori dasar di kelas pertama, berangkatlah para peserta ‘dikawal’ dua mentor menuju Masjid Ibn Thulun. Masjid favorit para sesepuh IPSC. 
Tak ada kendala dalam perjalanan, mengingat mayoritas peserta sudah pernah melawat di tempat yang sama. Dibuka dengan ‘briefing’ sekitar 30 menit, lalu petualangan pun dimulai. Terlihat para peserta berburu angle dan komposisi. Mulai dari yang menyisir perspektif pilar-pilar interior sampai yang ada yang kerjanya hanya ‘mengukur’ grafik dan pola-pola ornamen. Keindahan Masjid yang dibangun tahun 876 ini memang tak pernah luput dari sorotan para pelancong. Tak ayal, kawasan ini seringkali dipadati pengunjung, baik turis mancanegara maupun domestik.  
 
29 Januari 2012 menandai hari ‘Post prossecing’ pertama. Agenda kritik foto hasil jepretan hari sebelumnya. Di hari itu, kami kembali bernostalgia dengan Photosop. ‘Tool’ favorit para pecinta “kamar gelap” (maaf kalo istilahnya salah, Shifu!). Ilmu dasar photosop yang pernah saya pelajari tiga tahun silam, perlahan kembali. Mas Faiz memulai kelas. Satu per satu foto dibedah. Detil. Bahkan sejak belajar fotografi, saya belum pernah melihat kritik foto sedetil itu. Satu per satu istilah fotografi bermunculan. Mulai dari komposisi, angle sampai tonal. Melongok. Namun bukan hanya saya, peserta yang lain pun demikian. Dari sekian banyak kritikan yang dialamatkan Mentor ke peserta, bagian titik fokus lah yang paling menyita perhatian saya. Selain Ilmu segitiga emas – ISO, Diafragma dan kecepatan-, kesalahan paling fatal dari foto-foto saya adalah bagaimana cara menjatuhkan titik fokus. Ketika saya menanyakan hal ini kepada mentor, “Kuncinya ada di foto baterai!”, jawab Mas Faiz datar. Dan, saya pun tersadar bahwa titik tolak dari ilmu titik fokus itu berangkat dari foto baterai yang membosankan 3 hari lalu itu. Ouch!
 
Kelas ini tidak hanya mengajarkan fotografi, tapi juga Psikologi, Budaya dan Manajemen waktu.  Masih BANYAK SEKALI jejak kisah yang belum sempat kami tuangkan disini. Belum termasuk antrian ‘hammam’ di rumah karna buru-buru masuk kelas, belum termasuk gonta-ganti laptop sampai empat kali. Bangunin teman jam tujuh pagi buat minjem laptop. Semua peristiwa ini mengajarkan kami kesabaran. Pelajaran – yang menurut saya – paling penting dan paling susah diantara semua. Bahkan ketika menulis ini, saya masih bertanya-tanya entah sampai kapan saya bisa bertahan di kelas ini.
Berharap suatu saat ada kesempatan lain dan kami bisa berbagi cerita lebih banyak lagi.
 
Pesan:
Buat Kelas HI IPSC 2012 Keberhasilan itu kayak orang hamil. Semua hanya memeberi selamat tapi mereka tidak tahu berapa kali ... baru bisa 'jadi'. Jangan menyerah kata Kerispatih! :D
 
NB:
Baru sadar ternyata disuruh nulis 2500 karakter. Saya hampir nulis 2500 kata (word). Pantesan dari malam sampai pagi tulisan ini tidak selesai-selesai. Maaf buat Mas editor kalo tulisannya berantakan :D!

Sejarah, Cara Kerja, dan Jenis Lensa Kamera


Lensa kamera terbuat dari kaca berbentuk melengkung yang berfungsi memfokuskan gambar pada kamera.

Lensa kamera tidak terbuat dari lensa tunggal melainkan kombinasi dari beberapa lensa yang dibuat sedemikian rupa untuk membelokkan cahaya sehingga dapat ditangkap film atau sensor.

Tergantung pada bentuk dan ukuran lensa, banyak efek fotografi yang dapat dihasilkan oleh jenis lensa yang berbeda seperti efek distorsi, efek makro, dan sebagainya.

Sejarah

Lensa kamera paling awal digunakan untuk membuat gambar yang kemudian ditransfer ke lempengan yang sudah dilapisi bahan kimia tertentu.

Penemu metode tersebut adalah Joseph Nicéphore Niépce pada tahun 1927.

Sejak saat itu, fotografi telah berkembang dari lensa sederhana hingga fotografi digital seperti yang kita kenal sekarang.

Lensa kamera telah memungkinkan kita, dan generasi masa depan, untuk melihat masa lalu dalam gambar.

Dari foto-foto hitam putih hingga video digital hari ini, semua memerlukan ‘jasa’ lensa untuk membiaskan cahaya ke film atau sensor digital.

Cara Kerja

Lensa kamera menggunakan prinsip refraksi untuk memfokuskan cahaya ke film atau sensor kamera.

Refraksi terjadi karena cahaya mengalami perubahan arah saat melewati lensa.

Hal ini memungkinkan cahaya untuk fokus pada shutter (rana), dan ketika shutter dibuka, cahaya akan mengenai film menciptakan citra negatif.

Kamera digital juga bekerja dengan cara yang sama, hanya saja alih-alih menggunakan film, cahaya ditangkap oleh sensor.

Jenis

Sebuah lensa bisa menjadi bagian dari kamera atau menjadi aksesori kamera.

Ada berbagai jenis lensa kamera. Salah satu yang populer adalah lensa fisheye (mata ikan) yang dapat membuat gambar terdistorsi sehingga tampak seperti gelembung.

Jenis lensa lain meliputi lensa untuk fotografi udara, lensa zoom, inframerah, ultraviolet, dan berwarna.

Pertimbangan

Lensa kamera termasuk barang ringkih sehingga mudah rusak. Pastikan lensa terhindar dari guncangan terutama ketika Anda membawanya bepergian.

Untuk menghindari tergores, bersihkan dengan pembersih yang dibuat khusus untuk lensa serta lap menggunakan kain microfiber.

Lensa kamera harus disimpan di tempat kering untuk mencegah kelembaban yang dapat membuat lensa berkabut.

Teknologi lensa kamera terus berkembang dan semakin menyempurnakan produk yang kini sudah beredar.

Berbagai fitur juga mulai ditambahkan seperti fokus otomatis serta desain yang lebih ‘tahan banting’.

Fotografi telah berkembang pesat hanya dari sekedar sarana dokumentasi hingga menjadi sebuah bentuk seni tersendiri. []

Sumber tulisan:
http://oketips.com/13052/tips-fotografi-sejarah-cara-kerja-dan-jenis-lensa-kamera/

Format file RAW dan JPG


Kamera digital menyimpan hasil foto dalam bentuk file yang memiliki format JPG. File JPG sendiri merupakan standar untuk gambar digital terkompresi, artinya sudah melalui proses tertentu sehingga ukuran filenya cukup kecil. Keuntungannya kita bisa menyimpan banyak file foto dalam satu keping media simpan (SD card, memory stick dsb) namun kerugiannya kualitas gambar dari file JPG tidak sebaik gambar yang tidak dikompres.

pengolahan RAW

Dalam kamera digital, file JPG sendiri adalah hasil proses internal kamera yang mengolah keluaran dari sensor. Proses yang terjadi paling tidak ada tiga macam, yaitu interpolasi piksel (demosaicing), pengolahan (sharpening, WB, noise reduction, gamma) dan kompresi. Proses ini selalu terjadi setiap kita memotret dengan format JPG, dan untungnya waktu yang diperlukan kamera untuk mengolah ini semua sangat singkat, kurang dari satu detik saja.

Kompresi sendiri memakai teknik lossy yang akan mengurangi kualitas hasil foto. Pada kamera disediakan minimal dua pilihan kompresi, biasa disebut dengan Quality. Pilihan yang ada misalnya BEST / FINE dan NORMAL / BASIC dimana itu mewakili dari tingkat kompresi JPG yang diterapkan. Semakin tinggi kompresi JPG maka file JPG yang dihasilkan akan semakin kecil, namun hasil fotonya akan semakin jelek.

Kamera tertentu menyediakan pilihan untuk memilih format RAW alias file asli keluaran dari sensor. File RAW ini apa adanya, belum mengalami proses pengolahan apapun sehingga masih perlu diolah lagi di komputer menjadi file lain. Umumnya file RAW memakai 12 bit atau 14 bit, lebih tinggi dari JPG yang hanya 8 bit data. File RAW umumnya berukuran puluhan MB (mega byte) dan punya nama ekstensi yang berbeda sesuai manufakturnya, misal Nikon itu NEF dan Canon itu CR2.

Pada saat kita mengolah file RAW di komputer, banyak pengolahan yang bisa diatur sesuka kita, seperti dynamic range (highlight dan shadow),  warna, level, ketajaman dan pengurang noise. Selanjutnya kita bisa menyimpan hasil olahan kita ke format file lain seperti TIFF (tanpa kompresi) atau JPG biasa. Karena file RAW tidak praktis dan menyita waktu untuk mengolah maka sebaiknya memakai RAW hanya pada saat-saat tertentu saja, yang membutuhkan campur tangan kita dalam pengolahan gambarnya.


Format file RAW dan JPG
Kategori: KAMERA DIGITAL
Tanggal publikasi: 2011-11-13 12:40:20 

Penulis: Erwin Mulyadi

Sumber tulisan: 
http://www.id-photographer.com/?idp=article&page=view.html&idArtikel=23