Saya tidak tahu apa artikel ini masih relevan untuk saat ini karena kini semakin banyak produsen yang sudah beralih dari sensor CCD ke sensor CMOS. Tapi setidaknya saya coba sajikan seperti apa sensor CMOS itu beserta untung ruginya dan saya coba buat dalam bahasa yang mudah dipahami, mengingat bahasan teknis semacam ini cenderung membosankan..
Sensor CCD (charge coupled device) maupun Sensor CMOS (complementary metal oxide semiconductor) hanyalah bagian dari kamera digital berbentuk sekeping chip untuk menangkap cahaya, menggantikan fungsi film pada era kamera film. Pada kepingan ini terdapat jutaan piksel yang sensitif terhadap cahaya (foton) dan energi cahaya yang diterima mampu dirubah dalam bentuk sinyal tegangan. Perbedaan teknis keduanya adalah dalam bagaimana tiap piksel itu memproses cahaya yang ditangkapnya. Piksel pada sensor CCD merubah cahaya menjadi elektron dan output dari sensor CCD memberikan hasil berupa tegangan, alias benar-benar piranti analog. Maka itu pada kamera bersensor CCD, proses analog-to-digital conversion (ADC) dilakukan diluar chip sensor. Artinya kamera dengan sensor CCD pasti perlu rangkaian ADC untuk mengolah hasil keluaran sensor. Sebaliknya, tiap piksel pada sensor CMOS mampu menghasilkan data digital berkat adanya transistor yang ada pada setiap piksel sehingga memungkinkan membuat chip CMOS yang terintegrasi dengan rangkaian ADC (lihat gambar di bawah ini).
Anda mungkin penasaran mengapa banyak produsen yang kini beralih ke sensor CMOS, padahal secara hasil foto sensor CCD juga sudah memenuhi standar. Alasan utamanya menurut saya adalah soal kepraktisan, dimana sekeping sensor CMOS sudah mampu memberi keluaran data digital siap olah sehingga meniadakan biaya untuk membuat rangkaian ADC. Selain itu sensor CMOS juga punya kemampuan untuk diajak bekerja cepat yaitu sanggup mengambil banyak foto dalam waktu satu detik. Ini tentu menguntungkan bagi produsen yang ingin menjual fitur high speed burst. Faktor lain yang juga perlu dicatat adalah sensor CMOS lebih hemat energi sehingga pemakaian baterai lebih awet. Maka itu tak heran kini semakin banyak kamera digital (DSLR maupun kamera saku) yang akhirnya beralih ke sensor CMOS.
Gambar di atas adalah modul CMOS siap pakai, biasanya untuk kamera ponsel atau webcam atau bahkan spycam. Lihatlah betapa simpelnya modul tersebut, cukup sebuah lensa dengan sensor CMOS didalamnya dan kabel data untuk antar muka. Modul seperti di atas tidak mungkin menggunakan sensor CCD karena keluaran CCD masih berupa tegangan analog yang perlu dikonversi dulu jadi data digital. Maka itu untuk alasan kepraktisan dan efisiensi, hampir semua kamera pada ponsel memakai sensor CMOS sederhana seperti gambar di atas.
Dalam dunia DSLR sensor CMOS sudah disempurnakan sehingga hasilnya menyamai sensor CCD, contohnya seperti gambar di atas yaitu sensor kamera Nikon D2x 12 MP CMOS yang hasil fotonya sangat baik. Adapun soal kemampuan sensor CMOS dalam ISO tinggi pada dasarnya tak berbeda dengan sensor CCD dimana noise yang ditimbulkan juga linier dengan kenaikan ISO. Kalau ada klaim sensor CMOS lebih aman dari noise maka itu hanya kecerdikan produsen dalam mengatur noise reduction. Untuk melihat noise aslinya gunakan file format RAW pada ISO tinggi.
Kembali ke perbedaan prinsip sensor CCD dan CMOS. Dalam prinsip mengambil sebuah gambar, keduanya sangat berbeda secara metoda. Sensor CCD memakai prinsip konvensional seperti era fotografi film, dimana keseluruhan gambar yang ditangkap sensor CCD akan direkam sekaligus dalam satu waktu. Sedangkan sensor CMOS memakai prinsip scanning atau rolling yaitu sensor akan merekam gambar yang ditangkapnya secara berurutan dari atas ke bawah. Sekilas memang kedua cara ini sama saja, toh nantinya juga akan menghasilkan sebuah foto (atau video). Tapi prinsip kerja sensor CMOS dengan sistem scanning ini akan menemui kendala bila :
memotret atau merekam video dalam kondisi kamera bergerak -> akan menghasilkan efek skew (miring)
memotret dalam kondisi cahaya yang berkedip (seperti lampu neon) atau cahaya yang intensitasnya berubah-ubah
memotret dengan lampu kilat pada kecepatan shutter tinggi -> bisa ada area foto yang terang dan ada yang gelap (partial exposure)
Inilah contoh beberapa masalah yang umum dialami sensor CMOS :
Foto diatas (dari Wikipedia) menunjukkan efek skew karena obyek yang difoto bergerak. Kasus ini bisa terjadi saat mengambil foto ataupun video. Ini masalah umum yang dialami sensor CMOS dan tidak dialami sensor CCD.
Foto diatas (juga dari Wikipedia) menunjukkan efek partial exposure karena obyek yang difoto mengalami perubahan intensitas cahaya. Kasus ini bisa dialami pula saat memotret memakai lampu kilat. Ini pun masalah umum yang hanya dialami sensor CMOS dan tidak dialami sensor CCD.
Sebaliknya kekurangan sensor CCD tampak seperti foto di bawah ini yang menunjukkan adanya blooming atau smearing sebagai efek akibat adanya bagian yang terlalu terang dan bocor ke area lainnya membentuk garis lurus (efek ini pun terlihat di layar LCD saat preview). Karena sensor CMOS memiliki transistor di tiap pikselnya, sehingga tiap piksel mampu mengatur eksposur sendiri, maka sensor CMOS tidak mengenal kasus seperti ini.
Kini tren sensor pada kamera digital sudah mengarah menuju sensor CMOS demi alasan kepraktisan dan kecepatan. Sensor CCD nantinya hanya dijumpai di kamera saku biasa itupun hanya sebagian saja. Lihat saja sisi positifnya, dengan sensor CMOS kita bisa terhindar dari efek blooming yang mengganggu. Selain itu dengan sensor CMOS kita juga bisa memotret cepat (pada beberapa kamera bahkan sanggup hingga 1000 fps) dan pada kamera DSLR sensor CMOS memungkinkan diterapkannya fitur movie recording hingga 60 fps. Yang penting kenali kondisi dimana sensor CMOS ini menunjukkan kelemahan dan hindari memakai kamera dalam kondisi tersebut.
Sumber tulisan:
http://gaptek28.wordpress.com/2010/09/02/untung-rugi-kamera-dengan-sensor-cmos/
Sumber sebagian foto: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar