Rabu, Juni 20, 2012

[Hai IPSC, ini karyaku!] - Catatan Seorang "Newbie"

Bismillahirrahmanirrahim!

         Saya takut kalo tulisan ini terlalu berlebihan disematkan istilah "Karya". Karya atau Adikarya, dalam kacamata saya adalah sebuah Materpiece yang Wow. Bukan tulisan kacangan seperti yang sedang Anda baca sekarang ini, Apalagi untuk dipublikasikan dengan cara seperti ini. Tapi untuk sebuah Kewajiban, memang terkadang kita harus bermuka tembok (ouch!). Bagaimana pun saya harus berterima kasih pada IPSC. Tanpa tugas ini, mungkin "Note" di facebook saya belum terisi. Disini mungkin saya akan lebih banyak berbicara elemen Tehnis Fotografi, mengingat sudah ada beberapa teman yang mengangkat sisi Filosofisnya.

          Saat ini ada dua terobosan baru di tubuh IPSC yang layak diacungi jempol (dikasi Cendol juga boleh :D). Pertama, Diktat pengajaran untuk "Kelas Lanjutan" segera berbahasa Inggris dan yang Kedua, Kelas Komersil. Tak bisa dipungkiri, bahwa sumber asli kekayaan literatur Fotografi yang ditulis para Profesional kebanyakan berasal dari Benua Amerika dan Eropa. Seperti halnya orang Islam yang ingin mendalami Agamanya, tentu lebih afdlal kalau bisa berbahasa Arab. Ide kreatif Kedua tentu tak kalah pentingnya; Kelas Komersil. Founder IPSC, Mas Faiz Dz Roini mengerti betul ke arah mana masa depan Kelas Intensif IPSC akan berlanjut.
          Akhir-akhir ini CEO IPSC banyak berbicara tentang "Kelas Akhir" ini (Komersil: red) dan Re-Generasi IPSC. Bahkan menurut rumor yang beredar (kayak infotaimen selebriti ya? mending "rumor", daripada "gosip" :p), Tahun ini Beliau akan meninggalkan Mesir dan kembali ke Tanah Air. Bagaimana pun, saya sangat bersyukur, IPSC akhirnya memfasilitasi Kelas Komersil bagi anggotanya yang bisa mencapai level ini setelah melewati Kelas BasicHuman Interest & Jurnalistik dan Olah Digital, tentunya. Bagi sebagian teman-teman IPSC, berita gembira ini - mungkin - sekaligus kabar yang menyedihkan. Saya percaya Anda tahu persis apa yang dirasakan Abu Bakar di saat para sahabat yang lain bergembira dengan turunnya Wahyu terakhir... tapi MENGAPA Beliau justru bersedih. (lebai ya? gak ah! tanya aja yang suka banyak nanya sama Shifu ^_^)

(Kembali ke lappp...tottt!!...oOopps!)
        Sejauh ini, Fotografi dalam hidup saya hanya sebatas hobi. Tidak lebih dari itu. Meski saya tahu aktifitas ini bisa bergerak lebih jauh, bahkan tidak menutup kemungkinan bisa berujung Komersil, seperti apa yang dialami banyak fotografer. Kadang saya tertawa membaca kutipan Philippe Halsman, tapi itulah kenyataan:
"I drifted into photography like one drifts into prostitution. First I did it to please myself, then I did it to please my friends, and eventually I did it for the money".
         Entah. Saya sendiri tidak tahu dimana hobi ini akan berujung. Yang pasti, sampai hari ini saya lebih banyak berkutat di seputar "please myself", dan kadang-kadang di "please my friends". Saya lebih suka menghabiskan waktu bereksperimen sendiri, ber-eksposur ria dan tata-menata pixel. Terkadang  - kalau ada waktu - menghadiri kegiatan teman-teman Masisir. Bagaimana pun, saya selalu berharap suatu saat nanti, saya juga bisa menghabiskan waktu di "'please' my God".
          Tidak berlebihan ketika ada seorang Fotografer yang menganggap kameranya sebagai Kekasih atau Pacar. Kamera, bagi saya pribadi, paling tidak bisa diajak berdialog, berdiskusi bahkan bercanda kalo lagi sendiri. (Yang saya maksud "Berdialog" adalah bereksposur; aktifitas dalam mengatur pencahayaan. Butuh satu artikel untuk menjelaskan yg ini. Sedang "Bercanda" adalah bermain dengan lensa Fish-eye dll)
Betul kata Robert Hall:
"Learning to photograph the world upside down and backwards can have interesting implications for your real life. You'll never be boring again. Or bored".
Tidak hanya sampai disitu kata Robert, Fotografi bahkan bisa berpengaruh positif dalam hidup kita. Terbukti selama aktif di dunia ini, "mind-set" saya banyak berubah yang berujung pada gaya hidup saya. Kalo selama ini lebih sering menghabiskan akhir pekan 'bertengger' dari mall satu ke mall yang lain (bukan belanja ya, tapi nyari yang bening2 :matabelo:), sekarang saya lebih suka menyisir "Muiz lidiinillaah" dari Bab Futuh sampai Bab Zuwayla (eeeh...tapi, ternyata banyak yang lebih bening di Muiz lidiinillah! emang kalo rezeki gak kemana ya? hahaha? :D). Ini hanya contoh kecil betapa Fotografi bisa mengubah hidup seseorang.

          Setiap orang punya pandangannya sendiri tentang Fotografi, termasuk saya. Dulu, saya kira Fotografi itu hanya tentang narsis-narsis-an dan foto pengantinan.  Maklum, di kampung satu-satunya tempat bisa melihat kamera "gede" ya di pengantinan. Tapi setelah melangkah lebih jauh, saya surprised dengan apa yang ditawarkan 'dunia' ini. Fotografi bukan lagi - hanya -  tentang narsis-narsis-an atau foto-foto pengantinan. Bukan lagi tentang kamera DSLR full-frame dengan lensanya yang "L" (untuk Canon) itu. Bagi sebagian orang, Fotografi adalah sebuah bentuk perjuangan, Fotografi adalah tentang keadilan, tentang kemanusiaan... bahkan tentang hidup dan mati.
         Dan secara perlahan, mungkin Anda bisa memahami mengapa seorang Kevin Carter hanya bisa menatap kosong dengan mata berkaca ketika ditanyai - di sebuah sesi wawancara - tentang nasib gadis kecil yang ada dalam frame-nya. Dan hanya berselang beberapa hari, Kevin ditemukan tewas bunuh diri di dalam mobilnya. Banyak yang berasumsi, bahwa ia merasa berdosa karna membiarkan si gadis kecil dimakan burung pemakan bangkai. Tahun 1994, foto yang diambil di Sudan itu pun akhirnya didaulat sebagai pemenang "Pulitzer Prize for Feature Photography". (irony? yeah, we call it Photography! Welcome wa sahlan!)

           Sebelum bergabung di IPSC, saya sudah sering berselancar dari forum ke forum di dunia maya. Dan percaya atau tidak, saya menemukan forum-forum Fotografi adalah forum yang isinya komentar-komentar - yang menurut saya - berkualitas dan membangun (Meski terkadang ada juga yang sok pintar. Under-exposure dibilang sengaja, Over-exposure juga dibilang sengaja. Ada juga yg kerjaannya hanya sibuk berdebat Nikon vs Canon, sampai lupa berkarya). Tapi paling tidak, beda jauh lah dengan forum sebelah yang kerjaannya hanya saling mencaci, apalagi kalo yg kontra beda tim kesayangan. Belum lagi yang di forum sebelahnya lagi, isinya hanya sumpah-serapah, menghujat dan saling mengkafirkan (gak pernah baca surah "Al-Kafirun" kalo lg sholat kale ya? favorit sy tuh. Pendek soalnya :D). Tapi dari lawatan di forum-forum ini lah, Rasa dan Seni Fotografi saya perlahan tumbuh.
          Saya percaya bahwa setiap orang memiliki Rasa Seni Fotografi. Sebagian hanya belum bisa menjelaskannya. Pernahkah Anda melihat teman Anda sebelum mengganti foto profil ato cover Facebook, ia meng-crop-nya terlebih dahulu? Sebenarnya teman Anda sedang melakukan "Composing" (meminjam istilah Ken Rockwell); mencari letak posisi yang tepat untuk objek utamanya. Ini adalah salah satu tehnik dasar ilmu Fotografi. (Nah, lain kali coba tanya teman nt "Kenapa di-crop seperti itu?" saya yakin jawabannya  pasti, "Kayaknya kalo begini lebih bagus deh!"...owww man, please! that's not my point hehe)
          Semakin belajar Fotografi, semakin "fleksibel" cara kita ketika menilai sebuah foto. Dalam satu frame, terkadang banyak elemen yang ingin disampaikan empunya. Mulai dari aspek Tehnis; termasuk komposisi, grafis, fokus, warna, gestur dll, sampai aspek Visual; termasuk momen, kejadian atau peristiwa dll. Dan satu hal yang saya temukan, tidak banyak Fotografer yang bisa memanfaatkan semua unsur ini secara bersamaan, bahkan Profesional sekali pun. Saya bisa menjelaskan ini secara ilmiah (tapi bukan sekarang)

          Bagi teman-teman yang sedang membaca tulisan ini dan berniat bergabung di IPSC, Saya jamin setelah ikut kelas Basic, Anda akan menemukan diri Anda tidak lagi cepat 'kaget' ketika orang lain berdecak kagum melihat sebuah foto, karna mungkin menurut Anda itu biasa-biasa saja. Atau sebaliknya, ketika orang lain menilai sebuah foto tak ada yang istimewa, tapi bagi Anda foto tersebut merupakan sebuah karya yang luar biasa dan Anda pun siap berlama-lama menghabiskan waktu, menikmati setiap detil pixel dan memaknai pesannya.
         Belum lagi ketika Anda sedang berada di "TKP", bersiaplah untuk jadi 'pusat perhatian' karna Anda terkadang tidak menyadari bagaimana "gaya" dan "posisi" Anda sebenarnya di saat sedang sibuk memotret (sumpah, sering saya alami hehe). Tapi percaya, Anda akan perlahan memahami ini ketika belajar ilmu "Angle". Biarkan saja mereka bergumam. Sekali lagi, ini tentang "The Art of Seeing". (blom tau dia hehe)
          Jadi sebelum belajar Fotografi, bersiaplah untuk BERBEDA. Karna Anda akan BERBEDA. Jangan takut BERBEDA. Banyak yang menertawai karna saya BERBEDA. Tapi saya justru menertawai mereka karna mereka semua SAMA (:D).

          Now, let's talk about one of my favourite frame/shoot (I mean, yang terbaik dari yang terjelek haha). Foto ini saya jepret jam satu siang (01:14 tepatnya) 14 Juni 2012 tepat di bawah gerbang "Bab el-Futuh", Jalan Mu'izz lidiinillah - Kairo. Dalam foto ini saya berusaha memasukkan beberapa unsur yang disebutkan Ken Rockwell dalam artikel-nya yang berjudul "The Secret: What Makes a Great Photo". Foto kedua adalah Foto Ken Rockwell yang diambil di Ruin, San Diego, 28 July 1996:

Bab el-Futuh, Kairo, 14 Juni 2012 (ISO 800, Bukaan F/9, Kecepatan 1/60 & gak pake Tripod)



Ruin, San Diego, 28 July 1996


1. Eye Path (Mata orang yang melintas/pejalan kaki)

Mata Manusia sangat cepat berpaling ke warna-warna kontras dan "nendang". Di foto saya, warna hijau kubah adalah warna yang paling kuat. Dan saya memanfaatkan itu sebagai "Eye Path". Sebelum penikmat foto melangkah lebih jauh ke detail foto, "Eye Path" inilah yang paling sering menggiring dan "memaksa" mereka mampir di foto Anda.

2. Composition (Komposisi)
Salah satu kelemahan foto saya adalah dari segi ketajaman. Hal ini tak lepas dari kesalahan minor ketika sedang berkomposisi di lapangan. Selain tidak memakai Tripod, saya juga memasukkan terlalu banyak "space" yang tidak penting dalam frame yang berujung pada "extreme-cropping". Meng-cropping terlalu banyak space berdampak pada berkurangnya pixel, dan kurangnya pixel, automaticly berakhir pada flatnya gambar dan hilangnya detail.
(But I had my own way to solve this problem. Mo tau? Ikut kelas IPSC! hehe)

3. Distraction (menghilangkan gangguan)
Fotografi itu seperti menulis; "Semakin sedikit kata yang digunakan, semakin bagus sebuah tulisan". Di sebelah kiri foto saya sebenarnya ada 2/3 bagian pintu yang masuk, tapi saya hilangkan. Karna menurut saya ini hanya mengganggu frame utama.

4. Gesture (Gestur)
Gestur biasanya merujuk ke gerakan tangan dan ekspresi muka. Di Kelas HI & Jurnalistik IPSC kita banyak belajar tentang ini. Di materi ini pula lah tidak sedikit "pertumpahan darah" yang terjadi (hahaha). Ekspresi dua turis dalam foto ini sangat bercerita. Tanpa saya beri judul, saya yakin penikmat foto bisa memahami isi cerita dalam frame.

5. Never Imitate (jangan meniru)
100 % ide pada foto ini muncul dari imajinasi saya sendiri. (Sebenarnya saya diuntungkan momen ini, niatnya cuma ingin jepret kuba hijau, eeeh...tiba-tiba ada turis yg "nangkring" :D). Jadilah dirimu sendiri, karna tidak ada orang yang bisa menjadi kamu selain kamu sendiri!

6. Color (Warna)
Bagi orang yang mengerti filosofi warna, mereka akan dengan mudah berkomunikasi - hanya - lewat warna. Karna pada hakekatnya, warna itu bercerita. Disini letak perbedaan mendasar foto saya dengan foto Ken Rockwell. (Tapi jangan sekali-kali dibandingkan ya! ini adalah penghinaan...hahaha). Ken ingin menunjukkan sebuah merah yang "nendang', sedang saya ingin menunjukkan sebuah keteduhan lewat warna hijau dan cyan (saudaranya biru).

"Warm colors (red, orange and yellow) get us riled up. Cool colors (greens, blues and violets) are peaceful" - Ken Rockwell.

...dan masih banyak lagi tehnik penting lain pada artikel tersebut yang terlalu panjang untuk dipaparkan satu per satu (tapi gak usah nanya lagi "trus...gimana kalo mo tau poin2 yg laen"? ya di googling aja, gitu aja kok repot!)

Fotografi adalah sebuah perjalanan. Ada saat-saat dimana kita jatuh cinta pada sisi Tehnisnya. Ada saat dimana kita jatuh hati pada unsur Filosofisnya, Dan akhir-akhir ini saya lebih banyak tertarik pada objek-objek berwarna (colorful: red) (dan mari sejenak lupakan Ansel Adam hehe).

Dimana pun hati Anda tertambat dan apapun aliran Fotografi Anda (minumnya...tetap air krang), Just jepret...jepret and jepret! Salam Fotografi! :)




Aris Amir  (Santri Kelas HI & Jurnalistik yang tugasnya tidak lulus2 :p)
Kairo, 18 Juni 2012

Catatan:

- Sebagai bagian dari tugas IPSC, kami menerima calon siswa Akademi IPSC yang mempunyai kemauan kuat dan komitmen untuk mengikuti Kelas Intensif Fotografi Dasar. Gratis untuk siapa saja (kuota terbatas) dengan peraturan yang ditetapkan Akademi IPSC. Pelaksanaannya insya Allah dimulai pada liburan musim panas tahun ini. Keterangan lebih lanjut bisa menghubungi nomor +201008549711 atau pesan pribadi melalui FB ini: https://www.facebook.com/ipsc.egypt


Simak juga Cerita Calon Pengajar IPSC yang lain dalam tema "Hai, IPSC! Ini Karyaku!" :
•Faisal Zulkarnaen
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/faisal-zulkarnaen/hai-ipsc-ini-karyaku-fotografi-bukan-sekedar-menangkap-cahaya/10151183841872564
•Kang Ayon
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/kang-ayon/hai-ipsc-ini-karyaku-cintaku-kesangkut-di-fotografi/396681517044492
•Wahyu Mas Saputra:
Baca Ceritanya disini: http://www.facebook.com/notes/wahyu-mas-saputra/hai-ipsc-ini-karyaku-kelas-intensif-ipsc-tidak-melulu-soal-fotografi/426999290673470

Untuk cerita-cerita lainnya akan segera diupdate. Karena setiap calon pengajar akan membuat satu cerita.